Rabu, 13 Februari 2013

Sistem Pendidikan


Sistem Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

Banyak Negara mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan persoalan yang pelik, namun semuanya merasakan bahwa pendidikan merupakan tugas Negara yang penting. Bangsa yang ingin maju, membangun, dan berusaha memperbaiki keadaan masyarakat dan dunia, tentu mengatakan bahwa pendidikan merupakan kunci, dan tanpa kunci itu usaha mereka akan gagal. Generasi muda banyak yang memberontak terhadap metode-metode sistem pendidikan yang ada. Bahaya yang timubul dari keadaan tersebut justru bahaya yang lebih fundamental yaitu lenyapnya sifat-sifat perikemanusiaan, sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi hancur.[1]
Kenyataan yang ada pada pemuda Indonesia saat ini ialah pemuda kita sudah banyak kehilangan kesadaran, mereka terbawa dengan suasana perkembangan zaman yang tidak berhasil mereka hadapi. Bentrok antar suku, ras dan agama, tawuran pelajar sekolah maupun mahasiswa, serta rusaknya moral. Apa yang salah pada bangsa ini, apakah pemerintahannya, sumber daya manusianya atau pendidikannya.
Sekolah telah banyak memiliki pengalaman tentang berbagai wacana seperti ini, misalnya pendidikan anti korupsi dan lain-lainnya. Semuanya berakhir hanya dalam bentuk yang formalistik dengan istilah kurikulum telah terintegrasi. Hasilnya korupsi tetap marak, angka pengangguran pasca sekolah masih tetap sama bahkan meningkat, radikalisme agama semakin tajam dan lain – lain.[2]
Banyak orang berpandangan bahwa kondisi demikian diduga bermula dari apa yang di hasilkan oleh dunia pendidikan. Pendidikanlah yang sesungguhnya paling besar memberikan konstribusiterhadap situasi ini. Mereka yang telah melewati sistem pendidikan selama ini, mulai dari pendidikan dalam keluarga, lingkungan sekitar, dan pendidikan sekolah, kurang memiliki kemampuan menggelola konflik dan kekacauan, sehingga anak-anak dan remaja selalu memjadi korban konflik dan kekacauan tersebut.[3]
          Beberapa virus yang nampak di dunia pendidikan yang bersumber dari paradigma sentralisasi, diantaranya penggunaan pakaian seragam, penggunaan kurikulum yang seragam, penggunaan strategi pembelajaran yang seragam, penggunaan buku sumber yang seragam, dan penggunaan strategi dan evaluasi belajar yang seragam. Sistem pendidian yang dianut bukan lagi suatu upaya pencerdasan kehidupan bangsa agar mampu mengenal realitas diri dan dunianya, melainkan suatu upaya pembuatan kesadaran yang di sengaja dan terencana.[4]
          Teori stimulus -  respon yang sudah bertahun-tahun digunakan dalam kegiatan pembelajaran, tampak sekali mendukung sistem pendidikan di atas. Teori ini mendukung siswa sebagai individu yang pasif. Hubungan stimulus -  respon, individu pasif, prilaku yang tampak, pembentukan prilaku dengan  penataan kondisi yang ketat dan hukuman. Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran, mulai dari pendidikan yang paling dini hingga pendidikan tingkat tinggi. Pertanyaanya yang berkembang pada saat ini adalah, dengan gambaran pendidikan demikian, manusia yang bagaimakah yang akan di hasilkan ?



BAB II
SISTEM PENDIDIKAN

Sistem pendidikan nasional di tetapkan melalui undang – undang Republik Indonesia nomor 2 tahun1889 dan di tetapkan pada tanggal 27 Maret 1989.
          Dalam undang – undang ini yang di maksud dengan ;
1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
2. pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia yang berdasarkan pada pancasila dan undang – undang Dasar 1945
3. Sistem pendidikan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan yang lainnya untuk mengusahakan tercapainnya tujuan pendidikan nasional.
4. Jenis pendidikan adalah pendidikan yang di kelompokkan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya
5. Jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalm pendidikan berkelanjutan yang di tempatkan berdasarkan tingkat perkembangan para peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahan pengajaran
6. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang di gunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
7. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan.
8. peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinyamelalui proses pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
9. Sumber daya pendidikan adalah pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan yang terwujud sebagai tenaga, dana, sarana, dan prasarana yang tersedia atau diadakan dan didayagunakan oleh keluarga, masyarakat, peserta didik dan pemerintah, baik sendiri – sendiri maupun bersama – sama.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual- keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
2.2. Fungsi Pendidikan
Menurut Horton dan Hunt dalam Wikipedia Indonesia, lembaga pendidikan berkaitan dengan fungsi yang nyata (manifes) berikut:
  1. Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah.
  2. Mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi dan bagi kepentingan masyarakat.
  3. Melestarikan kebudayaan.
  4. Menanamkan keterampilan yang perlu bagi partisipasi dalam demokrasi.
2.3. Fungsi lembaga pendidikan
Fungsi Lembaga Pendidikan, adalah sebagai berikut.
  1. Mengurangi pengendalian orang tua. Melalui pendidikan, sekolah orang tua melimpahkan tugas dan wewenangnya dalam mendidik anak kepada sekolah.
  2. Menyediakan sarana untuk pembangkangan. Sekolah memiliki potensi untuk menanamkan nilai pembangkangan di masyarakat. Hal ini tercermin dengan adanya perbedaan pandangan antara sekolah dan masyarakat tentang sesuatu hal, misalnya pendidikan seks dan sikap terbuka.
  3. Mempertahankan sistem kelas sosial. Pendidikan sekolah diharapkan dapat mensosialisasikan kepada para anak didiknya untuk menerima perbedaan prestise, privilese, dan status yang ada dalam masyarakat. Sekolah juga diharapkan menjadi saluran mobilitas siswa ke status sosial yang lebih tinggi atau paling tidak sesuai dengan status orang tuanya.
  4. Memperpanjang masa remaja. Pendidikan sekolah dapat pula memperlambat masa dewasa seseorang karena siswa masih tergantung secara ekonomi pada orang tuanya.
Menurut David Popenoe, ada empat macam fungsi pendidikan yakni sebagai berikut: Transmisi (pemindahan) kebudayaan.; Memilih dan mengajarkan peranan sosial; Menjamin integrasi sosial.; Sekolah mengajarkan corak kepribadian dan Sumber inovasi sosial.
2.4. Persoalan Pendidikan
          Inti pendidikan adalah pembelajaran. Pembelajaran dapat berlangsung secara alamiah melalui pemaknaan individu terhadap pengalamannya dalam menjalani kehidupan. Apakah pengalaman tersebut menyenangkan ataupun tidak semua dapat menjadi proses pembelajaran untuk membangun karakter kehidupan.
Sering sekali di temukan permasalahan kegiatan pembelajaran, seperti di bawah ini :
1. peserta didik tidak betah dan kurang bersemangat berada dan belajar di lingkungan sekolah.
2. belajar dirasakan suatu yang menyulitkan ketimbang sebagai kegiatan yang bermanfaat dan menyenangkan.
3. praktik kekerasan dan hukuman, dalam bentuk kekerasan fisik, verbal dan perlakuan, skorsing dan mengeluarkan siswa dari sekolah, masih banyak terjadi.
4. sekolah membiarkan adanya diskriminasi tentang nilai keduudukan, dan pentingnya bidang studi tertentu, seperti bidang studi MIPA diposisikan paling penting di banding IPS, bahasa, kejuruan, keterampilan, olahraga dan juga agama, padahal semua bidang studi atau mata pelajaran semuannya sama penting bagi pembinaan kemampuan dan kemandirian peserta didik.
5. Personil sekolah cendrung membuat dan menjaga jarak dengan peserta didik, sehingga keakraban yang menyejukan serta memperkembangkan kurang terbina.
6. Terjadi pembiaran terhadap kelemahan belajar peserta didik, dan juga ketidakpedulian terhadap peserta didik yang berpotensi.
7. untuk mengatasi peserta didik dalam penguasaan materi pelajaran, dengan acuan peserta didik harus lulus dalam ujian ( termasuk ujian nasional), sekolah rela mendegradasikan diri atas fungsi utamanya mencerdaskan peserta didik, dengan membiarkan siswa untuk menyontek.
8. sekolah tidak meengakses kondisi dan peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar berlangsung di luar sekolah.
9. dalam praktik penilaian sekolah lebih cendrung menggunakan sistem peringkat ( ranking ) yang lebih mendiskriminasikan kemampuan peserta didik, penyelenggaraan kelas excellen lebih mencuatkan diskriminasi tersebut.
10. Adanya paket hemat dalam praktek pembelajaran oleh guru yang mengurangi volume materi yang dibelajarkan di kelas.

BAB III
KESIMPULAN

Dari uraian di atas, maka para pendidik, para perancang pendidikan serta pengembangan program – program pembelajaran perlu menyadari akan pentingnya pemahaman terhadap hakekat belajar dan pembelajaran. Masing – masing teori memiliki kelemahan dan kelebihan. Pendidikan atau pengajaran yang professional akan dapat memilih teori mana yang tepat untuk tujuan tertentu, karekteritik materi pelajaran tertentu, dengan ciri – ciri siswa yang dihadapi, dan dengan kondisi lingkungan serta sarana dan prasarana yang tersedia.


Daftar Pustaka


Budiningsih. Asri. 2008. Belajar Dan Pembelajaran. PT Rieneka Cipta
Budiningsih, Asri. 2008. Pembelajran Moral. PT Rieneka Cipta.
Prayitno. 2011. Pendidian Karakter Dalam Pembangunan Bangsa. Grasindo.


[1]Budiningsih, asri. 2008.  Belajar dan pembelajaran. Rineka cipta. Hal 1.
[2]bagus mustakim. 2011. Pendidikan karakter. Membangun delapan karakter emas menuju indonesia bermartabat. Samudra biru. Hal 4.
[3] Budiningsih, Asri. 2008. Pembelajaran Moral. PT. Rieneka Cipta. Hal 1.
[4] Log.cit. Budingsih. 2008 : 3 - 4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar