Kamis, 06 September 2012

konsep belajar dan pembelajar

KONSEP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN BAB I PENDAHULUAN Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak semua perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Kalau tangang seorang anak bengkok karena tertabrak mobil, perubahan semacam itu tidak dapat di golongkan dalam arti belajar. Demikian pula perubahan tingkah laku seseorang yang berada dalam aspek – aspek kematangan, pertumbuhan, dan perkembangan tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Peserta didik adalah manusia yang identitas insaninya sebagai subjek berkesadaran perlu di bela dan di tegakkan, hal itu hanya dapat dicapai lewat proses pendidikan bebas dengan metode pembelajaran aksi dioalog. Penataan kondisi bukan sebagai penyebab terjadinya belajar, tetapi sekedar memudahkan belajar. Keaktifan siswa menjadi unsure sangat penting dalam menentukan kesuksesan belajar. Aktifitas mandiri adalah jaminan untuk mencapai hasil yang sejati. Sekarang timbul pertanyaan apakah konsep belajar itu sebenarnya ? samakah belajar dengan latihan, dengan menghafal, dengan pengumpul fakta, dan studi ? tentu saja terhadap pertanyaan tersebut banyak pendapat yang mungkin satu sama lain berbeda. BAB II PEMBAHASAN KONSEP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN 2.1. Defenisi Belajar Menurut Slameto belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Thorndike belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat di tangkap melalui alat indera. Sedangkanj respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/ tindakan. Sementara menurut Watson belajar adalah proses interkasi antara stimulus dan respon. Hal ini sama seperti defenisi belajar menuru Thorndike, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat di amati ( observable )dan dapat di ukur. Gagne mengajukan dua definisi belajar. Pertama, menurutnya belajar ialah suatu proses untuki memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, dan tingkah laku. Kedua, belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari intruksi. Dari beberapa defenisi belajar yang telah di uraikan maka dapatlah di ambil kesimpulan. Belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon yang di usahakan oleh seseorang agar memperoleh perubahan tingkah laku, pikiran, perasaan, atau gerakan yang dapat di amati. 2.2. Defenisi Pembelajaran Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan prilaku kea rah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya baik faktor internal yang datang dari dalam diri individu, maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan. Interkasi antara peserta didik dengan lingkungannya, dimana dapa di artikan bahwa tugas guru yang paling utama mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan prilaku bagi peserta didik. 2.3 Tujuan Belajar Dan Pembelajara 2.4. Ciri Ciri Belajar Tidak semua perubahan yang terjadi pada peserta didik terjadi karena adanya proses belajar. Jika demikian, apakah ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar ? beriku ini akan di jelaskan cirri-ciri perubahan yang di hasilkan dari proses belajar : 1. Perubahan terjadi secara sadar Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya. 2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional Sebagai hasil belaja, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan atau proses belajar berikunya. 3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperolah sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang di peroleh. 4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara Perubahn yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap. 5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itutertjadi karena ada tujuan yang akan di capai. Perbuatan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar di sadari. 6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya dia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, perubahan, dan sebagainya. 2.5. Hakekat Teori- Teori Belajar Dan Pembelajaran Sebetulnya berbagai teori belajar misalnya yang berdasarkan pada ilmu jiwa daya, tanggapan, asosiasi, trial dan error, Gestalt, Behaviorist, dan lain-lain. namun dalam uraian berikut ini dibatasi hanya yang sekiranya relevan dengan kebutuhan kita : 1. Teori Gestalt Teori ini dikemukan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Menurutnya hukum yang berlaku pada pengamatan adalah sama dengan hukum dalam belajar. Jadi menurut Koffa dan Kohler dalam belajar yang penting adalah adanya penyesuaian pertama yaitu memperoleh response yang tepat untuk memecahkan problem yang di hadapi. Belajar yang terpenting bukan mengulangi hal-hal yang harus dipelajari, tetapi mengerti atau memperoleh insight. 2. Teori J. Bruner Kata Bruner belajar tidak untuk mengubah tingkah laku seseorang tetapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehinngga siswa dapat belajar lebih banyak dan mudah. Di dalam proses belajar Bruner mementingkan partisipasi aktif dari setiap siswa, dan mengenal lebih baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk meningkatkan belajar perlu lingkungan yang dinamakan “ discovery learning environtment “ ialah lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Dari pendapat Burner di atas dimana dapat di tarik sebuah generalisasi yang mana sekolah alangkah baiknya bila dapat menyediakan kesempatan bagi siswa untuk maju dengan cepat sesuai dengan kemampuan siswa dalam mata pelajaran tertentu. 3. Teori Piaget Perlu diketahui menurut Piaget proses belajar akan mengahsilkan perkembangan intelektuan yang terjadi secara sederhana seperti melihat, menyentuh, meyebut nama benda dan sebagainya, dan adaptasi yaitu suatu rangkaian perubahan yang terjadi pada tiap individu sebagai hasil interaksi dengan dunia sekitarnya. 4. Teori Purpeseful Learning Purspeseful Learning adalah belajar yang dilakukan dengan sadar untuk mencapai tujuan yang : 1. dilakukan siswa sendiri tanpan perintah atau bimbingan orang lain 2. dilakukan siswa dengan bimbingan orang lain didalam situasi belajar-mengajar di sekolah. 5. Teori Clark Hull Clark hull juga menggunakan variable antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian tentang belajar. Namun ia sangat terpengaruh oleh teori evolusi yang di kembangkan oleh Charles Darwin. Bagi hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, toeri Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya. 6. Teori Edwin Guthrie Demikian juga dengan Edwin, ia juga menggunakan variable hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan tertajdinya proses belajar. Namun ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana yang dijelaskan oleh Clark dan Hull. Dijelaskan bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya bersifat sementara, noleh sebab itu dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat lebih tetap. Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut. Edwin juga percaya bahwa hukuman ( Punishment ) memegang peranan penting dalam proses belajar. 7. Teori Skiner Menurutnya Skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya yang kemudian akan menimbulkan perubahn tingkah laku, tidaklah sederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya. Dikatakannya respon yang diberikan oleh seorang siswa tidaklah sederhana itu. Sebab, pada dasarnya stimulus-stimulus yang diberikan kepada seseorang akan saling berinteraksi dan interkasi antara stimulus-stimuluis tersebut akan mempengaruhi bentuk respon yang akan diberikan. Oleh sebab itu, untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar, perlu terlebih dahulu memahami hubungan antara stimulus satu dengan yang lainnya, serta memahami respon yang mungkin di munculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari respon tersebut. Dari beberapa teori belajar dan pembelajaran di atas dapat di simpulkan bahwa dari hahasil proses belajar yang di harapkan akan menghasilkan respon yang baik dan nyata atas wujud stimulus yang di berikan kepada siswa. Respon tersebut akan di dapat dari interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dan siswa dengan lingkungannya. 2.6. Peran Teori 2.6.1. Teori Behavioristik Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran Behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya prilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan antar stimulus dan responnya, menduduukan orang belajar sebagai individu yang pasif. Karena teori Behavioristik memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah terstruktur rapid an teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan di tetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakkan displin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang oerlu dihukum, dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk prilaku yang pantas diberi hadiah. 2.6.2. Teori Kognitif Dijelaskan menurut teori Kognitif sebagai suatu aktifitas yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi, perceptual, dan proses internal. Teori ini berpijak kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa. Dalam kegiatan pembelajaran, keterlibatan siswa secara aktif amat dipentingkan. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengaitkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa. Materi pelajaran disusun dengan menggunakanpola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks. Sementara perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Sehingga dalam teori kognitif ini adalah perubahan persepsi dan pemahaman siswa, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan di ukur. 2.6.3. Teori Kontruktivistik Paradigma Kontruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkontruksi pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu, proses pembentukan pengetahuan siswa harus dilakukan oleh si belajar ( siswa ). Siswa harus aktif melakukan kegiatan berpikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang di pelajari. Sementara guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan siswa belajar lancer. Guru tidak menstrasnferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melaikan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut untuk lebih memahami jalan pikira atau cara pandang siswa dalam belajar. Dengan kata lain seorang guru tidak dapat mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah yang sama dan sesuai dengan kemauannya. 2.6.4. Teori Humanistik Dalam prakteknya teori Humanistik ini cenderung mengarahakan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman. Serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. 2.6.5. Teori Sibernetik Di dalam teori ini, pembelajaran perlu dipertimbangka ada tidaknya prasyarat belajar untuk suatu kapabilitas, apakah siswa telah memiliki prasyarat belajar yang diperlukan. Ada prasyarat belajar utama, yang harus dikuasai siswa, dan ada prasyarat belajar pendukung yang dapat memudahkan belajar siswa. 2.6.6. Teori Revolusi-sosiokultural Pada teori ini bimbingan atau bantuan dari orang dewasa atau teman yang lebih kompeten sangat efektif untuk meningkatkan produktifitas belajar. Bantuan-bantuan tersebut tentunya harus sesuai dengan konteks sosiokultural atau karakteristik anak. Maka, pemahaman tentang karakteristik siswa yang berhubungan dengan sosiokultural dan kemampuan awalnya sebagai pijakan dalam pembelajaran perlu lebih dicermati, sehingaa dapat dihasilkan perangkat lunak pembelajaran yang benar-benar menantang namun tetap produktif dan kreatif. 2.6.7. Teori Kecerdasan Ganda Kita pernah mendengan “ ia tidak begitu cerdas, tetapi ia memiliki bakat music yang sangat hebat “. Sebagaimana oran-orang mengatakan bahwa sesuatu adalah bakat, oleh Gardner bakat-bakat atau kategori-kategori tersebut dikatakan sebagai kecerdasan. Kecerdasan ganda sebenarnya merupakan teori yang bersifat filosofi. Hal ini tampak pada sikapnya terhadap belajar dan pandangannya terhadap pendidikan atau pembelajaran. Pendidikan atau pembelajaran ditinjau dari sudut pandang kecerdasan ganda lebih mengarah kepada hakekat pendidikan itu sendiri, yaitu yang secara langsung berhubungan dengan eksistensi, kebenaran, dan pengetahuan. BAB III KESIMPULAN Pembahasan bab perbad pada makalah ini menunjukan perlu adanya perubahan-perubahan cara pandang dalam dunia pendidikan. Perubahan tersebut dilakukan agar pendidikan sesuai dengan tuntutan perkembangan dan kebutuhan masyarakat serta perubahan dunia. Pendidikan dengan perspektif global untuk menyiapkan peserta didik agar mampu berperan didalam masyarakat global di samping berkarakter nasional amat diperlukan. Kebebasan bukanlah sikap semaunya sendiri. Kebebasan mengarah pada sikap penghargaan akan keunikan serta kekhasan masing-masing individu sebagai pribadi. Guru seharusnya dibebaskan dari berbagai teknis dan formalism yang selama ini membelenggunya. Kondisi ini merupakan prasyarat agar guru juga mampu membebaskan siswa atau peserta didik dari berbagai belenggu yang mengekang imajinasi dan kreatifitasnya serta dalam rang pembentukan karakter. Untuk itu pendidikan yang membebaskan dan pendidikan kritis sudah waktunya untukk di jadikan acuan. Masing-masing teori pembelajaran yang telah dibahas dalam makalah ini memiliki keunggulan di samping kekurangganya. Diharapkan dalam upaya menerapkan teori-teori tersebut dalam praktek pembelajaran, pembaca dapat dengan bijaksana memadukan atau memilih teori yang paling sesuai dengan tujuan dan materi belajar, karakteristik peserta didik, serta kontteks dimana kegiatan belajar berlangsung. DAFTA PUSTAKA Slameto. 2010. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi. PT. Rieneka Cipta Budiningsih, Asri. 2008. Belajar Dan Pembelajaran. PT Rieneka Cipta Mulyasa. E. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. PT Remaja Rosdakarya Bandung