Perbandingan Teori Piace dan Vigotsky
Tentang Perkembangan Otak Manusia
Oleh: Satriyo pamungkas
Psikologi Swis, Jean Piaget merancang sebuah model yang
mendiskripsikan bagaimana manusia memahami dunianya dengan mengumpulkan dan
mengorganisasikan informasi. Menurut Piaget (1954) cara-cara berfikir terntentu
yang cukup mudah bagi orang dewasa, tidak semudah itu bagi anak-anak (Woolfok,2009:49).
Untuk mengembangkan agar manusia menjadi matang tidak cukup bila ia hanya
dilatih, tetapi juga harus dididik. Siswa harus dididik untuk realis, mengakui
kehidupan yang multi-dimensional, tidak seragam, dan menghayati kebinekaan yang
saling melengkapi demi persaudaraan yang sehat, menghargai hak dan kewajiban
sosial yang saling solider ( Sidhunata, 2001).
Piaget adalah seorang tokoh psikologi kognitif yang besar
pengaruhnya terhadap perkembangan pemikiran para pakar kognitif lainnya.
menurut Piaget teori belajar kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu
suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem saraf.
Dengan demikian bertambahnya umur sesorang, maka makin komplekslah susunan
syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya (Budiningsih,2008:34). Ketika
individu berkembang menuju kedewasaan, akan mengalami adaptasi biologis dengan
lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam
struktur kognitif. Piaget menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental
anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
Piaget menjelaskan bahwa anak dapat
membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri, terdapat dua proses yang
mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian.
Bagaimana seseorang memperoleh kecakapan intelektual, pada umumnya akan
berhubungan dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang mereka rasankan
dan mereka ketahui pada satu sisi dengan apa yang mereka lihat suatu fenomena
baru sebagai pengalaman atau persoalan. Bila seseorang dalam kondisi sekarang
dapat mengatasi situasi baru, keseimbangan mereka tidak akan terganggu. Jika
tidak, ia harus melakukan adaptasi dengan lingkungannya.
A.
Prinsip Dasar Teori Piaget
Piaget menjelaskan bahwa intelegensi itu sendiri
sebagai adaptasi biologi terhadap lingkungannya. Contoh, manusia tidak
mempunyai mantel berbulu lembut untuk melindunginya dari dingin, manusia tidak
mempunyai kecepatan untuk lari dari hewan pemangsa, manusia juga tidak
mempunyai keahlian untuk memanjat pohon. Tapi manusia memiliki kepandaian untuk
memproduksi pakaian, kendaraan, dan teknologi lainnya. Sementara faktor yang
dalam perkembangan teori belajar kognitif pada proses pembelajaran yaitu :
a.
Fisik
Interaksi antara individu dan dunia luar merupakan
sumber pengetahuan baru, tetapi kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk
mengembangkan pengetahuan kecuali jika intelegensi individu dapat memanfaatkan
pengalaman tersebut.
b.
Kematangan
Kematangan sistem saraf menjadi penting
karena memungkinkan anak memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman
fisik.
c.
Pengaruh sosial
Proses pengaturan diri dan mengoreksi
diri, mengatur interaksi spesifik dari individu dengan lingkungan maupun
pengalaman fisik, pengalaman sosial dan perkembangan jasmaniyang menyebabkan
perkembangan kognitif berjalan secara terpadu dan tersusun baik.
d.
Aspek Intelegensi
Interaksi pikiran manusia dengan dunia
luar, mencocokan dunia kedalam mental framework-nya sendiri. Struktur kognitif
yang dibangun seseorang dengan mengambil informasi dari lingkunganya dan
menginterprestasikannya, mereorganisasikannya
serta mentrasfortasikannya.
B. Tahapan-Tahapan
Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget, proses belajar seseorang
akan mengikuti pola dan tahapan-tahapan perkembangan sesuai dengan umurnya.
Pola dan tahapan-tahapan ini bersifak hierarkis, artinya harus dilalui
berdasarkan urutan tertentu dan seseorang tidak dapat belajar sesuatu yang
berada di luar tahapan kognitifnya. Piaget membagi tahapan-tahapan perkembangan
kognitif ini menjadi empat, yaitu:
1. Tahap Sensorimotor (umur
0-2 tahun)
Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari
kegiatan motorik dan persepsinya yang sederhana. Kemampuan yang dimilikinya
antara lain :
a.
Melihat dirinya sendiri berbeda dengan objek di sekitarnya
b.
Mencari ransangan melalui sinar lampu dan suara
c.
suka memperhatikan sesuatu lebih lama
d.
mendifinisikan sesuatu dengan memanipulasi
e.
memperhatikan objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya.
2. Tahap Preoperasional
(umur 2-8 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahapan ini
adalah pada penggunaan symbol atau bahasa tanda, dan mulai berkembangnya
konsep-konsep intuitif. Karakteristik tahapan ini adalah :
a.
Self Counter sangat menonjol
b. Dapat mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar
secara tunggal dan mencolok.
c. Tidak mampu memusatkan perhatian pada objek-objek yang
berbeda.
d. Mampu mengumpulkan barang-barang menurut kriteria,
termasuk criteria yang benar.
e. Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi
tidak dapat menjelaskan perbedaan antara deretan.
3. Tahap Operasional Kongret
(umur 8-12 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahapan ini
adalah anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan di
tandai adanya teversible dan kekekalan. Anak telah memiliki kecakapan berpikir
logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat kongrit. Operasional
sendiri menurut Budingsih (2008:38) adalah tipe tindakan untuk memanipulasi
objek atau gambar-gambar yang ada di dalam dirinya, karena kegiatan ini
memerlukan proses transformasi informasi kedalam dirinya sehingga tindakannya
lebih efektif, taraf berfikir seperti ini sudah dapat dikatakan maju. Untuk
menghindari keterbatasan berfikir anak perlu diberi gambaran konkret, sehingga
ia mampu menelaah persoalan atau masalah.
4. Tahap Operasional Formal
(umur 12-18)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah
mampu berfikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berfikir
“kemungkinan” dengan menarik kesimpulan,
menafsirkan dan menggambarkan hipotesa. Pada tahap ini kondisi berpikir anak
sudah dapat :
a. Bekerja secara efektif
dan sistematis
b. Menganalisis secara kombinasi. Dengan demikian telah
diberikan dua kemungkinan penyebabnya, misalnya C1 dan C2 menghasilkan R, anak
dapat merumuskan beberapa kemungkinan.
c. Berpikir secara
proporsional
d.Menarik generalisasi secara mendasar pada satu maca
isi. (Budingsih,2008:37-39)
Agar seseorang dapat terus mengembangkan
dan menambah pengetahuannya sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya,
maka diperlukan proses penyeimbangan. Menurut Budiningsih (2008:36) proses
penyeimbangan yaitu menyeimbangkan antara lingkungan luar dengan struktur
kognitif yang ada dalam dirinya. Proses inilah yang disebut ekuilibrasi yang
menurut Piaget (woolfok,2009:52) mengorganisasikan, mengasimilasikan, dan
mengakomodasikan dapat dipandang semacam tindakan penyeimbangan yang kompleks.
Dalam teorinya perubahan-perubahan actual dalam berpikir terjadi melalui proses
equilibration tindakan untuk mencari keseimbangan. Secara singkat proses
ekuilibrasi bekerja seperti ini, bila kita menawarkan skema tertentu pada
sebuah kejadian atau situasi dan skema itu terjadi. Bila skema itu tidak
membuahkan hasil yang memuaskan, maka menjadi tidak nyaman.
Tahap belajar yang di alami seoarang anak
pada tahap sensorimotor tentu akan berbeda dalam proses belajar yang di alami
oleh seorang anak pada tahap preoperasional, dan akan berbeda pula dengan
mereka yang sudah berada pada tahap preoperasional konkret, bahkan dengan mereka
yang sudah berada pada tahap operasional. Guru seharusnya memahami tahap-tahap
perkembangan kognitif para muridnya agar dalam merancang dan melaksanakan
proses pembelajaran sesuai dengan tahapan-tahapan tersebut (Budiningsih, 2008:36).
Secara umum penulis
menyimpulkan teori kognitif Piaget adalah perubahan persepsi atau pemahaman
yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat di amati dan di ukur,
proses berpikir anak berdasarkan faktor genetik semakin bertambah usia maka
bertambah pula pemahaman anak. Asumsi teori Piaget ini adalah bahwa setiap
orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk
struktur kognitif yang dimilikinya, dan proses belajar akan berjalan dengan
baik jika materi pelajaran atau informasi yang di sampaikan beradaptasi dengan
struktur kognitf yang telah di miliki anak atau seseorang.
Teori Belajar Vygotsky
Seperti yang telah di uraikan di atas
mengenai teori belajar Bruner dan teori belajar Vygotsky adalah sama,
perbedaanya terletak pada individu dan budaya di lingkungan. Pandangan Vygotsky
meyatakan bahwa budaya membentuk perkembangan kognitif dengan menentukan apa
dan bagaimana anak akan belajar tentang dunia. Vygotsky percaya bahwa aktivitas
manusia terjadi dalam setting cultural dan dapat dipahami secara terpisah dari
setting tersebut. Salah satu ide kuncinya adalah struktur-struktur dan
proses-proses mental kita dapat ditelusuri dari interaksi kita dengan orang
lain, Vygotsky menekankan peran dialog kooperatif antara anak dan
anggota-anggota yang lebih berpengetahuan luas di masyarakat pada perkembangan
anak. Anak-anak belajar budaya dari komunitasnya (cara berpikir dan berprilaku)
melalui interaksi-interaksi tersebut (Woolfok,2009:68).
Vygotsky juga berasumsi bahwa setiap fungsi perkembangan
anak muncul dua kali. Pertama di tingkat sosial dan kemudian di tingkat
individual. Vygotsky percaya bahwa alat-alat cultural, termasuk alat material
(seperti pencetak, bajak, penggaris, sampoa, computer, dan internet) dan
alat-alat psikologi (seperti symbol, isyarat, peta, karya seni, kode, dan
bahasa) memainkan peranan penting dalam perkembangan kognitif. Vygotsky percaya
juga bahwa semua proses mental seperti penalaran, pemahaman, dan mengatasi
masalah dapat diselesaikan dengan menggunakan alat-alat baik itu cultural
maupun psikologi (Woolfok,2009:70). Dengan adanya pertukaran isyarat, symbol,
dan penjelasan ini, anak-anak mulai mengembangkan sebuah kotak perkakas
cultural untuk memahami dan belajar tentang dunia (Wertsch,1991).
Sementara bahasa dapat mengakibatkan
perkembangan kognitif anak karena ia telah menyediakan cara untuk
mengekspresikan ide dan melontarkan pertanyaan, kategori konsep untuk berpikir,
dan kaitan antara masa lampau dan masa depn. Bahasa membebaskan kita dari
situasi saat ini untuk memikirkan tentang apa yang sudah dan mungkin akan
terjadi (Driscoll,2005). Bila kita lakukan studi lintas budaya, kita akan
melihat bahwa budaya-budaya yang berbeda membutuhkan dan mengembangkan
alat-alat bahasa yang berbeda.
Lebih jauh lagi Vygotsky mengatakan bahwa
guru perlu melakukan lebih dari sekedar menata lingkungan sedemikian rupa agar
siswa dapat menemukan sendiri. Anak-anak tidak dapat dan seharusnya tidak
diharapkan untuk menemukan kembali pengetahuan yang sudah tersedia di
budayanya. Sebaliknya, mereka seharusnya dibimbing dan dibantu dalam belajar.
Jadi Vygotsky melihat guru, orangtua, dan orang dewasa lainnya berperan sentral
bagi belajar dan perkembangan anak (Woolfok,2009:83).
a.
Peran Belajar dan Perkembangannya
Vygotsky percaya bahwa belajar adalah
sebuah proses aktif yang tidak harus menunggu kesiapan. Faktanya, belajar yang
di organisasi dengan baik menghasilkan perkembangan mental dan memulai berbagai
proses perkembangan sehingga mustahil dipisahkan dari belajar. Ia melihat
belajar sebagai alat dalam perkembangan, belajar menarik perkembangan naik
ketingkat yang lebih tinggi dan interaksi sosial adalah kunci dalam belajar,
ini berarti orang lain termasuk guru, memiliki peran yang signifikan dalam
perkembangan kognitif.
b.
Bahasa dan Keanekaragaman Budaya
Secara umum, budaya mengembangkan
kata-kata untuk konsep-konsep yang penting untuk mereka, setiap Negara memiliki
bahasa untuk menyebutkan sesuatu hal ataupun warna. Bahasa berubah dari waktu
ke waktu untuk mengidentifikasi kebutuhan dan nilai budaya yang berubah seiring
berjalannya waktu sampai abad sekarang ini. Vygotsky member tekanan besar pada
belajar dan bahasa dalam perkembangan kognitif. Ia percaya bahwa berpikir itu
bergantung pada bicara, pada makna pikiran, dan pada pengalaman sosiokultural
anak (Woolfok,2009:72).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar