Rabu, 13 Februari 2013


MODEL PEMBELAJARAN YURISPRUDENSIAL DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
OLEH: SATRIYO PAMUNGKAS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keberagaman dalam masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, agama, dan budaya menuntut setiap anggota masyarakat untuk hidup berdamping dan saling menghargai keberadaan baik dalam masalah yang berhubungan dengan intelektual maupun emosional. Perbedaan pandangan dalam anggota masyarakat terhadap sebuah isu yang berkembang dipengaruhi antara lain oleh pendidikan cara berpikir. Perbedaan ini harus disikapi dengan baik oleh masing-masing anggota masyarakat tanpa harus memaksakan sikapnya kepada orang lain.
Anak-anak dan remaja tidak selalu toleran terhadap perbedaan. Siswa-siswa baru yang berbeda secara fisik, intelektual, etnis, rasial, ekonomis, atau linguistic mungkin ditolak dikelas-kelas yang memiliki kelompok-kelompok yang sebaya established (Anita, 2009:130)
Dalam masyarakat yang demoktratis terdapat beragam posisi dengan menghargai isu dan kelompok yang mendukung posisi dengan menghargai isu-isu kelompok yang mendukung posisi tersebut sehingga di tuntut untuk bernegosiasi. Sebuah kemajemukan merupakan hal penting dalam masyarakat bebas dan berimplikasi pada perbedaan dalam masyarakat dan sub-sub masyarakat yang saling menghargai satu dengan yang lain dan memperbesar komunikasi di antara mereka. Komunikasi yang baik dapat terjalin antara anggota masyarakat mampu mengambil sikap disertai argumentasi yang rasional dan logis sehingga mampu mempertahankan konsisten sikap yang akan diambil (Uno.2008)
          Guru sebagai salah satu komponen pendidikan dan merupakan suatu bidang profesi, mempunyai peranan yang sangat vital didalam proses belajar mengajar untuk membawa anak didiknya kepada kedewasaan dalam arti yang sangat luas. Oleh karena itu pembelajaran yang dibabaki oleh guru tidak akan pernah tenggelam atau digantikan oleh alat atau lainnya. Dizaman modern yang ditandai oleh kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi telah merambah seluruh sektor kehidupan. Produk iptek telah menjadikan kehidupan manusia menjadi lebih praktis dan lebih mudah, sesuatu yang sebelumnya tidak dapat dilakukan dan diperoleh saat ini dengan mudah dapat segera diwujudkan termasuk didalam dunia pendidikan produk teknologi telah menjadi guru kedua bagi anak.
Selain dari pada itu, pendidikan yang hanya menggunakan metode-metode lama yang mana guru hanya menerangkan dan memberi tugas kepada siswa, yang membuat siswa bosan, akhirnya proses belajar-mengajar menjadi tidak menarik dan membosankan, yang akhirnya tidak ada kemajuan didalam dunia pendidikan. Oleh karena itu perlu adanya model-model pembelajaran yang dijadikan pedoman untuk guru agar proses belajar mengajar lebih menarik yang nantinya mampu membentuk anak didiknya karena kedewasaan seperti yang diharapkan.
Setiap anak memiliki sekumpulan talenta, kemampuan, dan keterbatasan yang khas, dalam pengertian itu semua anak. Tetapi sebagian disebut sebagai siswa yang luar biasa karena keterampilan, kemampuan fisik, intelektual, atau prilakunya yang berbeda dari yang lain (Anita,2009:166). Oleh karena itu seorang guru harus dapat mengembangkan sekumpulan talenta yang telah dimiliki peserta didik.
Siswa sebagai anggota masyarakat dintuntut mempunyai kemampuan untuk menghargai perbedaan pandangan dan sikap pada sebuah isu sosial pendidikan yang berkebang di dalam masyarakat yang di pengaruhi akbibat dari perkembangan teknologi. Untuk kepentingan tersebut diperlukan sebuah model pembelajaran dalam kelas yang mendidik dan melatih siswa untuk mempertahankan sikap dengan argumentasi yang cukup sehingga konsisten dalam mempertahankan pendapat dan sikap tersebut. Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana diskripsi miodel pembelajaran Jurisprudensial serta aplikasinya.






1.2. Rumusan Masalah
          Bagaimanakah diskripsi model pembelajaran Jurisprudensial serta aplikasi model Jurisprudensial, analisis kirtis, penerapan dan kelebihan serta kekurangan model Jurisprudensial dalam pembelajaran?
1.3. Tujuan Penulisan
          Tujuan dari penulisan makalah sebagai berikut :
1. Memahami diskripsi model Jurisprudensial melalui sintakmatik, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, serta dampak intruksional dan dampak pendukung.
          2. Mengaplikasikan model Jurisprudensial dalam pembelajaran.
          3. Menganalisis kritis model Jurisprudensial.













BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Model Penelitian Jurisprudensial
Model Jurisprudensial dipelopori oleh Donal Oliver dan James P. Shaver dari Harvard (Winataputra,2001) yang disadari pada pemahaman bahwa setiap orang berbeda pandangan dan prioritas satu sama lain dengan nilai sosial saling berhadapan. Untuk memecahkan masalah yang ditimbulkan oleh perbedaan pandangan masyarakat dituntut untuk mampu berbicara dan bernogasiasi untuk mampu berbicara dan bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan.
Pendidikan harus mampu menghasilkan individu yang mampu mengatasi konflik perbedaan dalam berbagai hal. Model pembelajaran ini membantu siswa untuk belajar berpikir sistematis tentang isu-isu sosial mambantu siswa berpartisipasi dalam mendefenisikan ulang nilai-nilai sosial tersebut sehingga siswa berpatisipasi dalam mendefenisikan ulang nilai-nilai sosial tersebut dengan argumentasi yang relevan dan valid. Siswa juga dituntut bisa menerima atau menghargai sikap orang lain yang mungkin berbeda dan bertentangan dengan sikapnya.
Sebelum mengambil sikap siswa harus mempunyai pengetahuan dibandingkan sejarah sosialogi ekonomi dan politik. Sehingga bidang kajian yang tepat untuk model pembelajaran Jurisprudensial adalah konflik antar golongan ekonomi, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan dan keamanan nasional.




2.2. Sintakmatik
          Model Jurisprudensial memiliki enam tahap dalam pembelajaran (Joyce dan Weil, 1986) yaitu :
1. Pengenalan terhadap kasus :
a. Guru memperkenalkan kasus kepada siswa atau isu terbaru dengan bercerita memutar film atau mengembangkan kejadian hangat yang terjadi dalam masyarakat.
b. Guru mengkaji ulang data yang menggambarkan kasus.
2. Mengidentifikasi kasus siswa memsistensis fakta kedalam isu yang dihadapi mengaitkan dengan isu umum dan mengidentifikasi nilai-nilai yang terlibat.
3. Menetapkan posisi siswa diminta untuk mengambil posisi mengenal isu tersebut dan menyatakan sikap menerima atau menolak.
4. Mengeksplorasi contoh dan argumentasi terhadap sikap siswa diminta lebih dalam sikapnya dengan memberikan argumentasi logis dan rasional. Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan kontrontatif kepada sikapnya. Siswa diuji konsisten sikapnya dengan mempertahankan sikap dengan argumentasi.
5. Menguji posisi. Jika argument kuat, logis dan rasional maka siswa akan mempertahankan sikapnya (konsisten) dan posisi siswa dapat berubah (inkonsisten) jika argument tidak kuat.
6. Menguji asumsi. Guru mendiskusikan apakah argumentasi yang digunakan untuk mendukung sikap relevan atau valid.
2.3. Sistem Sosial
Kerangka kerja Jurisprudensial dibangun dengan asumsi akan ada dialog hangat dan lebih demokrasi dengan adanya pandangan kritis masing-masing siswa dan pemikiran yang setara dan juga subjek yang sama. Iklim sosial akan terjadi untuk analisis kritis terhadap nilai yang hanya mungkin terbuka. Disinilah peran guru untuk menekankan jalannya dialog dengan enam operasional yang memainkan peran memimpin dan bertanggung jawab menjadikan debat solid dan isu dieksplorasi secara baik.

2.4. Prinsip Reaksi
Guru menjamin iklim intelektual dalam diskusi sehingga semua pandangan yang diungkapkan siswa dihormati oleh siswa lain. guru memelihara kekuatan intelektual dalam debat secara kontinu yang menekankan pada enam langkah kerangka Jurisprudensial.
2.5. Sistem Pendukung
          Sistem pendukung dalam model Jurisprudensial diperlukan dua jenis. Pertama, guru meminta siswa untuk mengidentifikasi informasi yang difokuskan pada situasi masalah. Kedua, guru mengkondisikan siswa belajar nilai dan memiliki identifikasi etika dan posisi hukum yang dapat dibawa untuk mendukung dalam diskusi.
2.6. Dampak Instruksional dan Pengiring
          Model pembelajaran Jurisprudensial dirancang untuk mengajarkan siswa secara langsung berkomitmen terhadap peranan orang lain dan kemampuan untuk berdialog. Secara tidak langsung mempunyai kemampuan menganalisis isu-isu sosial, menghargai pluralism, memahami fakta-fakta masalah sosial dan kemampuan berpartisipasi serta kesediaan melakukan tindakan sosial.
2.7. Analisis Kritis                                                         
          Model Jurisprudensial menuntut guru agar kreatif dan inovatif terhadap isu yang berkembang dalam masyarakat dan mengaitkannya kedalam proses belajar. Seseorang guru harus menggali wawasan yang cukup dan mengambil posisi terlebih dahulu dengan argumentasi yang cukup. Pada saat dikelas siswa akan mudah memberikan pertanyaan konfrontatif begitu masalah telah ditetapkan.
          Seorang guru harus mempersiapkan pertanyaan konfrontatif sesuai dengan isu yang akan di dialogkan dalam kelas sehingga dialog terjadi secara alami dan tidak terkesan kaku. Strategi belajar ini menuntut dialog interaktif antara guru dengan siswa untuk mengeksplorasi ranah public yang kontroversi sehingga dimungkinkan terjadi dialog hangat yang bisa mengarah ke debat kusir. Disinilah peran guru dituntut untuk mengembangkan iklim intelektual dalam debat. Untuk mengubah model pembelajaran dari ceramah yang tidak menuntut keaktifan siswa ke model Jurisprudensial yang menuntut siswa aktif. Model ini akan menyulitkan guru pada awalnya karena tidak biasa dalam menyusun persiapan dan tindakan di kelas. Siswa juga sulit mengutarakan pendapat pada awalnya dan akan menjadi kebiasaan berpendapat jika diterapkan setiap kali berkembang isu hangat di dalam proses belajar.
2.8. Kelebihan dan Kekurangan
          Kelebihan model Jurisprudensial yaitu :
                   1. memotivasi siswa untuk aktif menganalisis sebuah kasus sehingga tidak mudah menentukan sikap dan menyimpulkan tanpa dasar.
2. Memotivasi siswa untuk berdebat secara aktif dan memberikan argument logis dan rasional.
3. Mengembangkan keterbukaan dan menghargai perbedaan pendapat.
4. Mengembangkan pengetahuan dan wawasan siswa.
5. Banyak isu sosial dalam masyarakat sehingga model ini mudah diterapkan.
Kelemahan model Jurisprudensial yaitu:
1. Membutuhkan implementasi yang cukup lama karena perubahan metode pembelajaran sebelumnya yang tidak menuntut keaktifan siswa.
2. Sulit untuk mengarahkan argumentasi siswa pada awalnya karena tidak semua siswa mempunyai pengetahuan yang cukup sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi debat kusir.


Contoh RPP Menggunakan Model Jurisprudensial
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)
I. Identitas
          Nama Sekolah                : SMA YPMM
          Mata Pelajaran               : Sosiologi
          Kelas/semester              : XII IPS/ II
          Alokasi Waktu                : 40 x 3 ( 1x Pertemuan)
          Pertemuan ke                 : ……….
          Hari/ tanggal                 : ……….
II. Standar Kompetensi         : Memahami fenomena remaja masa kini yang sering terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.
III. Kompetensi Dasar           :
1. Mendeskripsikan Penyebab Fenomena yang terjadi di kalangan remaja.
2. Menganalisis fenomena remaja di sekitarnya
3. Menghargai Perbedaan Pendapat.
4. Mengidentifikasi peran pemerintah.
IV. Tujuan Pembelajaran      :
1. Siswa dapat mengidentifikasi fenomena sosial yang sering terjadi di kalangan remaja.
2. Siswa dapat mendiskripsikan faktor penyebab terjadinya fenomena sosial di kalangan remaja.
3. Siswa mampu memecahkan masalah-masalah yang terjadi di dalam kehidupannya.
4. Siswa mampu beragumentasi dengan data dan fakta yang valid
V. Indikator Pencapaian
          1. Menjelaskan secara sederhana pengertian fenomena anak remaja
          2. Memberikan contoh fenomena anak remaja masa kini
          3. Memilih salah satu contoh fenomena sosial
          4. Memecahkan masalah bersama
          5. Mengemukakan pendapat siswa
          6. Menghargai pendapat siswa
          7. Memberi kesimpulan
VI. Materi Pembelajaran
1. Pola kehidupan remaja masa kini.
2. Faktor-faktor penyebab terjadinya fenomena anak remaja.
3. Peran Pemerintah untuk mengatasi fenomena anak remaja.
VII. Metode
          Debat individu
VIII. Langkah-langkah pembelajaran
          A. Kegiatan Pendahuluan (15 menit)
            Apersepsi  : Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam, mengabsen kehadiran.
- Motivasi  : Guru menjelaskan tentang indikator yang diharapkan dalam mencapai kegiatan pembelajaran.
            - Guru menerangkan topik permasalahan
            - Guru meminta siswa memperhatikan video yang akan diputar
          B. Kegiatan Inti (80 menit)
            - Guru memulai dengan pemutaran video fenomena anak remaja
            - Siswa megamati peristiwa apa yang terjadi
            - Siswa diminta untuk mengeluarkan pendapatnya di buku
- Guru memulai dengan argumentasinya mengenai peristiwa yang terjadi.
            - Guru meminta satu orang siswa mengeluarkan argumentasi
- Guru meminta siswa lain menaggapi dan melakukan perdebatan sesuai dengan pendapatnya masing-masing.
C. Penutup
- Memberikan kesimpulan materi pembelajaran
- Memberikan manfaat dari model yurisprudensial
- Memberikan Apresiasi terhadap proses pembelajaran siswa.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari apa yang telah dijelaskan di atas mengenai model pembelajaran Jurisprudensial, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut:
1. Karakteristik model Jurisprudensial adalah memiliki sintakmatik, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, dampak intruksional dan pengiring.
2. Dibutuhkan wawasan dan pengetahuan yang cukup untuk menganalisis isu baik oleh guru maupun siswa.
3. Dibutuhkan kreatifitas guru dalam membuat perencanaan dan tindakan dalam kelas.
4. Model Jurisprudensial memotivasi siswa untuk aktif, berani berdialog, berpendapat, bersikap menganalisis, beragumentasi, dan menghargai perbedaan pendapat.




DAFTAR RUJUKAN

Joyce dan Weil. 1972. Models Of Teaching. New Jersey: Practice-hal.inc
Woolfolk. 2009. Educational Psychology. Boston: 75 Arlington Street
Soekamto, Winataputra. 1996. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka
Uno. 2008. Model Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Winataputra. 2001. Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta: Dirjen DIKTI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar