Sabtu, 16 Februari 2013

Cara Membuat Skripsi


cara membuat skripsi

Oleh: Satriyo Pamungkas
MEMBUAT SKRIPSI 
    Kalo kita membicarakana skripsi berarti sama artinya dengan tugas akhir sama dengan komprehensif sama dengan tamat…wah pokoknya banyak, tapi bagi anak-anak kuliahan pasti tau apa itu skripsi, dan hal itu tidak perlu dijelaskan. Langkah awal untuk membuat skripsi yaitu kita harus kuliah dulu, trus ikutin syarat-syarat untuk mengajukan skripsi, jangan baru masuk kuliah langsung bikin skripsi nanti dibilang orang “wah…hebat ente, baru semester satu dah bikin skripsi.
  Buat sebagian mahasiswa, skripsi adalah sesuatu yang lumrah. Tetapi buat sebagian mahasiswa yang lain, skripsi bisa jadi momok yang terus menghantui dan menjadi mimpi buruk. Banyak juga yang berujar “lebih baik sakit gigi daripada bikin skripsi” xixie.. entahlah mungkin masih belum paham bagaimana cara menyusun skripsi yang baik. Untuk menyusun sebuah skripsi biasanya mahasiswa harus sudah memenuhi syarat yakni sudah memenuhi sejumlah SKS, tidak boleh ada nilai D atau E, IP Kumulatif semester tersebut minimal 2.00, dan lainnya, tergantung kebijakan dari masing-masing universitas atau fakultas. Walau begitu bukan berarti anda dilarang coba2 menulis skripsi, karena tidak ada salahnya juga kan mempersiapkan skripsi jauh-jauh hari :)
      Tak usah terlalu stres dan uring-uringan memikirkan skripsi karena kesuksesan dalam menulis skripsi tidak selalu sejalan dengan tingkat kepintaran atau tinggi/rendahnya IPK mahasiswa yang bersangkutan. Skripsi memang perlu disiapkan secara serius. Akan tetapi, juga nggak perlu disikapi sebagai mimpi buruk atau beban yang maha berat. Nah untuk lebih jelas mengetahui panduan dan cara menyusun sebuah skripsi anda bisa mendownload ebook Panduan Penulisan skripsi dan bagaimana cara cepat menyusun skripsi di bagian akhir. Disini saya hanya akan berikan gambarannya saja Penulisan skripsi untuk semua jenis penelitian di sajikan dalam lima bab sebagai berikut:


* Bab I: Pendahuluan
* Bab II: Tinjauan Pustaka
* Bab III: Metode Penelitian
* Bab IV: Hasil Penelitian dan Bahasan
* Bab V: Simpulan dan Saran



   Setiap penulisan dari bab ke bab dianggap perlu untuk menyajikan alinea pembuka/penghubung berisi uraian pengantar yang menjelaskan keterkaitan bab yang bersangkutan dengan bab sebelumnya. Alinea penghubung ini ditulis dalam alinea pertama dari setiap awal bab.
Adapun penjelasan secara rinci sebagai berikut :



I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Permasalahan
2. Rumusan Permasalahan
3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian



PENJELASAN
a. Latar Belakang Permasalahan
1. Latar Belakang Permasalahan merupakan penjelasan fenomena yang diamati dan menarik perhatian peneliti dan bukan merupakan alasan pemilihan judul.
2. Latar Belakang Penelitian apabila memungkinkan dapat didukung oleh data penunjang, yang dapat digali dari sumber utama dan/atau sumber kedua seperti Biro Pusat Statistik, hasil penelitian terdahulu, jurnal dan internet
3. Latar Belakang Penelitian memuat hasil penelitian terdahulu (dari jurnal) dengan menyebutkan sumber jurnal yang dipakai sebagai referensi.
4. Apabila perusahaan (sebagai sumber utama) belum menyajikan laporan keuangan, misalnya rasio keuangan (financial ratio), maka dalam Latar Belakang Penelitian disajikan minimal 3 periode atau tahun.

b. Rumusan Permasalahan
1. Rumusan permasalahan disajikan secara singkat dalam bentuk kalimat tanya, yang isinya mencerminkan adanya permasalahan yang perlu dipecahkan atau adanya permasalahan yang perlu untuk dijawab.
2. Rumusan permasalahan merupakan inti penelitian, sehingga bisa dipakai pertimbangan menyusun judul dan hipotesa



c. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian,Tujuan penelitian merupakan sasaran yang hendak dicapai oleh peneliti sebelum melakukan penelitian dan mengacu pada permasalahan. Berikut ini beberapa contoh cara pengungkapan tujuan penelitian yang umumnya diawali dengan kalimat tujuan penelitian adalah untuk …………. atau penelitian ini bertujuan untuk …………………dan sebagainya.
2. Kegunaan Penelitian,Kegunaan penelitian, menguraikan kontribusi yang diharapkan dari hasil penelitian itu sendiri.



2. TINJAUAN PUSTAKA
1. Kerangka Teori
2. Hipotesis Penelitian



PENJELASAN
a. Kerangka Teori
1. Kerangka teori sebaiknya menggunakan acuan yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti dan acuan-acuan yang berupa hasil penelitian terdahulu (bisa disajikan di Bab II atau dibuat sub-bab tersendiri)
2. Cara penulisan dari subbab ke subbab yang lain harus tetap mempunyai keterkaitan yang jelas dengan memperhatikan aturan penulisan pustaka.
3. Penulisan nama pengarang dalam Endnotes atau Footnotes yang bersumber dari kepustakaan tidak perlu mencantumkan gelar akademik.
4. Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik, studi pustaka harus memenuhi prinsip kemutakhiran dan keterkaitannya dengan permasalahan yang ada. Apabila menggunakan literatur dengan beberapa edisi, maka yang digunakan adalah buku dengan edisi terbaru, jika referensi tidak terbit lagi, referensi tersebut adalah terbitan terakhir. Dan bagi yang menggunakan Jurnal sebagai referensi pembatasan tahun terbitan tidak berlaku.
5. Semakin banyak sumber bacaan, semakin baik, dengan jumlah minimal 10 (sepuluh) sumber, baik dari teks book atau sumber lain misalnya jurnal, artikel dari majalah, Koran, internet dan lain-lain.
6. Pedoman kerangka teori di atas berlaku untuk semua jenis penelitian.
7. Dalam kerangka teori, peubah dicantumkan sebatas yang diteliti dan dapat dikutip dari dua atau lebih karya tulis/bacaan.
8. Teori bukan merupakan pendapat pribadi (kecuali pendapat tersebut sudah ditulis di BUKU)
9. Pada akhir kerangka teori bagi penelitian korelasional disajikan model teori, model konsep (apabila diperlukan) dan model hipotesis pada subbab tersendiri, sedangkan penelitian studi kasus cukup menyusun Model teori dan beri keterangan. Model teori dimaksud merupakan kerangka pemikiran penulis dalam penelitian yang sedang dilakukan. Kerangka itu dapat berupa kerangka dari ahli yang sudah ada, maupun kerangka yang berdasarkan teori-teori pendukung yang ada. Dari kerangka teori yang sudah disajikan dalam sebuah skema, harus dijabarkan jika dianggap perlu memberikan batasan-batasan, maka asumsi-asumsi harus dicantumkan.



b. Hipotesis Penelitian
Jika penelitian bersifat korelasional maka:
1. Hipotesis penelitian beraspek empiris disajikan pada akhir bab II dalam sub-sub tersendiri dengan memperhatikan teori pendukungnya, sedangkan hipotesis penelitian beraspek statistik disajikan dalam bab III.
2. Apabila analisis data (akhir bab IV) direncanakan tidak untuk menganalisis data secara luas baik masalah utama (mayor) maupun bagian-bagiannya (minor) maka dalam hipotesis tidak perlu dicantumkan hipotesis mayor dan minor.
3. Hipotesis harus berlandaskan teori, jika ingin mengubah harus mencantumkan alasan mengapa merubah teori tersebut.



3. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
2. Peubah dan Pengukuran
3. Populasi dan Sampel
4. Metode Pengumpulan Data
5. Metode Analisis



PENJELASAN
a. Jenis Penelitian
Penelitian bisa bersifat kuantitaif maupun kualitatif, misalnya:
1. Historis;
2. Deskriptif;
3. Perkembangan;
4. Kasus dan penelitian lapangan;
5. Korelasional;
6. Kausal komparatif;
7. Eksperimen murni;
8. Eksperimen semu;
9. Kaji tindak.



1. Pemilihan jenis penelitian dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut :
1. Daya tarik permasalahan;
2. Kesesuaian dengan kemampuan dan latar belakang pendidikan;
3. Tersedianya alat dan kondisi kerja;
4. Kesesuaian dengan kemampuan untuk mengumpulkan data yang diperlukan;
5. Kesesuaian dengan waktu, tenaga dan biaya;
6. Resiko kegagalan.
2. Jenis penelitian dimaksud dapat dilacak dari judul, latar belakang permasalahan dan tujuan penelitian, sehingga dapat dijelaskan alasan penentuan jenis penelitian tertentu tanpa menyajikan definisi jenis penelitian itu sendiri.



b. Peubah dan Pengukuran
1. “Peubah (Variable) merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.” ( Sugiyono, 2003, 32)
2. Peubah harus terukur



c. Populasi dan Sampel
1. “Populasi merupakan sekumpulan orang atau objek yang memiliki kesamaan dalam satu atau beberapa hal dan yang membentuk masalah pokok dalam suatu riset khusus. Populasi yang akan diteliti harus didefinisikan dengan jelas sebelum penelitian dilakukan.” (Santoso & Tjiptono, 2002, 79)
2. “ Sampel adalah semacam miniatur (mikrokosmos) dari populasinya” (Santoso & Tjiptono, 2002, 80)

d. Metode Pengumpulan Data



Metode pengumpulan data misalnya:
1. “Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur, dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan telpon.
2. Kuesioner (angket) dapat dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.
3. Observasi merupakan suatu proses yang komplek , suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.” (Sugiyono, 2003, 130-141)



e. Metode Analisis
Metode analisis disesuaikan dengan Rumusan Permasalahan pada Bab I
Jika metode analisis menggunakan regresi dengan Ordinary Least Square (OLS) Estimators, maka uji asumsi klasik harus dilakukan. Lihat buku “Ekonometrika Dasar” oleh Damodar Gujarati alih bahasa Sumarno Zain, 2000.

4. HASIL PENELITIAN DAN BAHASAN
1. Penyajian DataPada subbab ini dipaparkan data yang ada relevansinya dengan topik skripsi.
2. Analisis Data dan Interpretasi



5. SIMPULAN DAN SARAN
a. Simpulan
b. Saran



PENJELASAN
1. Simpulan menjelaskan butir-butir temuan (hasil penelitian dan bahasan) yang disajikan secara singkat dan jelas.
2. Saran-saran merupakan himbauan kepada instansi terkait maupun peneliti berikutnya yang berdasarkan pada hasil temuan. Saran sebaiknya selaras dengan topik penelitian



Lampiran: memuat hal-hal atau informasi yang mendukung bab-bab sebelumnya, misalnya: data (hasil Questionaire, data time series), Laporan Keuangan perusahaan (Neraca, R/L dsb), informasi yang terkait dengan hasil (misal: olahan komputer, diskripsi , hasil uji validitas dan reliabilitas) dsb

Pandangan Behavioral Tentang Pembelajaran
Oleh: Satriyo Pamungkas

            Teori belajar behavioristik masih dirasakan manfaatnya dalam kegiatan pembelajaran. Selain teori ini telah mampu memberikan sumbangan atau motivasi bagi lahirnya teori-teori belajar lain, juga karena prinsip-prinsipnya terasa masih dapat di aplikasikan secara praktis dalam pembelajaran hingga kini. Walaupun teori ini masih dapat kritikan, namun dalam hal-hal tertentu masih diperlukan khusunya dalam mempelajari aspek-aspek yang sifatnya relative permanendengan tujuan belajar yang telah dirumuskan secara ketat (Budini8ngsih, 2008:30).
            Menurut teori behavioristik ini, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuanya untuk bertingkah lakudengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukan perubahan tingkah laku. Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswanya, sedangkan respon adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stuimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Oleh sebab itu apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa saja yang dihasilkan siswa (respon) semuanya harus dapat diamati dan di ukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatau hal yang penting untuk melihat terjadi tindakan tingkah laku tersebut (Budiningsih, 2008:20).
            Secara ringkas, teori behavioristik ini mengatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku. Sesorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia telah mampu menunjukan perubahan tingkah laku. Pandangan behavioristik mengakui pentingnya masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau ouput yang berupa respon, diperlukan juga penguatan (reinforcement) adalah faktor penting dalam belajar. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Demikian juga jika penguatan dikurangi (negative reinforcement) maka respon juga akan menguat. Tokoh-tokoh penting teori behavioristik ini antara lain, thorndike, Watson, Skinner, Hull, dan Guthrie (Budiningsih, 2008: 19-20)
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktifitas “mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian ke keseluruhan. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban yang benar. Jawaban yang benar menunjukan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Walugaimanapun, menurut penghematan penulis, aliran behavioristik ini merupakan aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini. Aliran ini menekankan pada terbentuknya prilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan antara stimulus dan respon, mendudukkan siswa sebagai individu yang pasif. Karena teori Behavioristik memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada di dunia nyata telah terstruktur rapih dan teratur, maka siswa atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan di tetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakkan displin. Kegagalan atau ketidak mampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk prilaku yang pantas diberi hadiah. Hal inilah yang akan bertampak pada psikologi siswa, apakah dia “Bangkit” atau “ Terpuruk”.

Perbandingan Teori Piace dan Vogotsky Tentang Perkembangan Otak Manusia


      Perbandingan Teori Piace dan Vigotsky Tentang Perkembangan Otak Manusia
Oleh: Satriyo pamungkas

Psikologi Swis, Jean Piaget merancang sebuah model yang mendiskripsikan bagaimana manusia memahami dunianya dengan mengumpulkan dan mengorganisasikan informasi. Menurut Piaget (1954) cara-cara berfikir terntentu yang cukup mudah bagi orang dewasa, tidak semudah itu bagi anak-anak (Woolfok,2009:49). Untuk mengembangkan agar manusia menjadi matang tidak cukup bila ia hanya dilatih, tetapi juga harus dididik. Siswa harus dididik untuk realis, mengakui kehidupan yang multi-dimensional, tidak seragam, dan menghayati kebinekaan yang saling melengkapi demi persaudaraan yang sehat, menghargai hak dan kewajiban sosial yang saling solider ( Sidhunata, 2001).
Piaget adalah seorang tokoh psikologi kognitif yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan pemikiran para pakar kognitif lainnya. menurut Piaget teori belajar kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem saraf. Dengan demikian bertambahnya umur sesorang, maka makin komplekslah susunan syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya (Budiningsih,2008:34). Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitif. Piaget menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
            Piaget menjelaskan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian. Bagaimana seseorang memperoleh kecakapan intelektual, pada umumnya akan berhubungan dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang mereka rasankan dan mereka ketahui pada satu sisi dengan apa yang mereka lihat suatu fenomena baru sebagai pengalaman atau persoalan. Bila seseorang dalam kondisi sekarang dapat mengatasi situasi baru, keseimbangan mereka tidak akan terganggu. Jika tidak, ia harus melakukan adaptasi dengan lingkungannya.
            A. Prinsip Dasar Teori Piaget
            Piaget menjelaskan bahwa intelegensi itu sendiri sebagai adaptasi biologi terhadap lingkungannya. Contoh, manusia tidak mempunyai mantel berbulu lembut untuk melindunginya dari dingin, manusia tidak mempunyai kecepatan untuk lari dari hewan pemangsa, manusia juga tidak mempunyai keahlian untuk memanjat pohon. Tapi manusia memiliki kepandaian untuk memproduksi pakaian, kendaraan, dan teknologi lainnya. Sementara faktor yang dalam perkembangan teori belajar kognitif pada proses pembelajaran yaitu :

            a. Fisik
            Interaksi antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali jika intelegensi individu dapat memanfaatkan pengalaman tersebut.
            b. Kematangan
            Kematangan sistem saraf menjadi penting karena memungkinkan anak memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik.
            c. Pengaruh sosial
            Proses pengaturan diri dan mengoreksi diri, mengatur interaksi spesifik dari individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial dan perkembangan jasmaniyang menyebabkan perkembangan kognitif berjalan secara terpadu dan tersusun baik.
            d. Aspek Intelegensi
            Interaksi pikiran manusia dengan dunia luar, mencocokan dunia kedalam mental framework-nya sendiri. Struktur kognitif yang dibangun seseorang dengan mengambil informasi dari lingkunganya dan menginterprestasikannya, mereorganisasikannya  serta mentrasfortasikannya.
B. Tahapan-Tahapan Perkembangan Kognitif
            Menurut Piaget, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahapan-tahapan perkembangan sesuai dengan umurnya. Pola dan tahapan-tahapan ini bersifak hierarkis, artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahapan kognitifnya. Piaget membagi tahapan-tahapan perkembangan kognitif ini menjadi empat, yaitu:
1. Tahap Sensorimotor (umur 0-2 tahun)
            Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya yang sederhana. Kemampuan yang dimilikinya antara lain :
            a. Melihat dirinya sendiri berbeda dengan objek di sekitarnya
            b. Mencari ransangan melalui sinar lampu dan suara
            c. suka memperhatikan sesuatu lebih lama
            d. mendifinisikan sesuatu dengan memanipulasi
            e. memperhatikan objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya.
2. Tahap Preoperasional (umur 2-8 tahun)
            Ciri pokok perkembangan pada tahapan ini adalah pada penggunaan symbol atau bahasa tanda, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif. Karakteristik tahapan ini adalah :
            a. Self Counter sangat menonjol
b. Dapat mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal dan mencolok.
c. Tidak mampu memusatkan perhatian pada objek-objek yang berbeda.
d. Mampu mengumpulkan barang-barang menurut kriteria, termasuk criteria yang benar.
e. Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat menjelaskan perbedaan antara deretan.
3. Tahap Operasional Kongret (umur 8-12 tahun)
            Ciri pokok perkembangan pada tahapan ini adalah anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan di tandai adanya teversible dan kekekalan. Anak telah memiliki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat kongrit. Operasional sendiri menurut Budingsih (2008:38) adalah tipe tindakan untuk memanipulasi objek atau gambar-gambar yang ada di dalam dirinya, karena kegiatan ini memerlukan proses transformasi informasi kedalam dirinya sehingga tindakannya lebih efektif, taraf berfikir seperti ini sudah dapat dikatakan maju. Untuk menghindari keterbatasan berfikir anak perlu diberi gambaran konkret, sehingga ia mampu menelaah persoalan atau masalah.
4. Tahap Operasional Formal (umur 12-18)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berfikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berfikir “kemungkinan”  dengan menarik kesimpulan, menafsirkan dan menggambarkan hipotesa. Pada tahap ini kondisi berpikir anak sudah dapat :
a. Bekerja secara efektif dan sistematis
b. Menganalisis secara kombinasi. Dengan demikian telah diberikan dua kemungkinan penyebabnya, misalnya C1 dan C2 menghasilkan R, anak dapat merumuskan beberapa kemungkinan.
c. Berpikir secara proporsional
d.Menarik generalisasi secara mendasar pada satu maca isi. (Budingsih,2008:37-39)
            Agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuannya sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, maka diperlukan proses penyeimbangan. Menurut Budiningsih (2008:36) proses penyeimbangan yaitu menyeimbangkan antara lingkungan luar dengan struktur kognitif yang ada dalam dirinya. Proses inilah yang disebut ekuilibrasi yang menurut Piaget (woolfok,2009:52) mengorganisasikan, mengasimilasikan, dan mengakomodasikan dapat dipandang semacam tindakan penyeimbangan yang kompleks. Dalam teorinya perubahan-perubahan actual dalam berpikir terjadi melalui proses equilibration tindakan untuk mencari keseimbangan. Secara singkat proses ekuilibrasi bekerja seperti ini, bila kita menawarkan skema tertentu pada sebuah kejadian atau situasi dan skema itu terjadi. Bila skema itu tidak membuahkan hasil yang memuaskan, maka menjadi tidak nyaman.
            Tahap belajar yang di alami seoarang anak pada tahap sensorimotor tentu akan berbeda dalam proses belajar yang di alami oleh seorang anak pada tahap preoperasional, dan akan berbeda pula dengan mereka yang sudah berada pada tahap preoperasional konkret, bahkan dengan mereka yang sudah berada pada tahap operasional. Guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif para muridnya agar dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan tahapan-tahapan tersebut (Budiningsih, 2008:36).
 Secara umum penulis menyimpulkan teori kognitif Piaget adalah perubahan persepsi atau pemahaman yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat di amati dan di ukur, proses berpikir anak berdasarkan faktor genetik semakin bertambah usia maka bertambah pula pemahaman anak. Asumsi teori Piaget ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya, dan proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi yang di sampaikan beradaptasi dengan struktur kognitf yang telah di miliki anak atau seseorang.
Teori Belajar Vygotsky
            Seperti yang telah di uraikan di atas mengenai teori belajar Bruner dan teori belajar Vygotsky adalah sama, perbedaanya terletak pada individu dan budaya di lingkungan. Pandangan Vygotsky meyatakan bahwa budaya membentuk perkembangan kognitif dengan menentukan apa dan bagaimana anak akan belajar tentang dunia. Vygotsky percaya bahwa aktivitas manusia terjadi dalam setting cultural dan dapat dipahami secara terpisah dari setting tersebut. Salah satu ide kuncinya adalah struktur-struktur dan proses-proses mental kita dapat ditelusuri dari interaksi kita dengan orang lain, Vygotsky menekankan peran dialog kooperatif antara anak dan anggota-anggota yang lebih berpengetahuan luas di masyarakat pada perkembangan anak. Anak-anak belajar budaya dari komunitasnya (cara berpikir dan berprilaku) melalui interaksi-interaksi tersebut (Woolfok,2009:68).
Vygotsky juga berasumsi bahwa setiap fungsi perkembangan anak muncul dua kali. Pertama di tingkat sosial dan kemudian di tingkat individual. Vygotsky percaya bahwa alat-alat cultural, termasuk alat material (seperti pencetak, bajak, penggaris, sampoa, computer, dan internet) dan alat-alat psikologi (seperti symbol, isyarat, peta, karya seni, kode, dan bahasa) memainkan peranan penting dalam perkembangan kognitif. Vygotsky percaya juga bahwa semua proses mental seperti penalaran, pemahaman, dan mengatasi masalah dapat diselesaikan dengan menggunakan alat-alat baik itu cultural maupun psikologi (Woolfok,2009:70). Dengan adanya pertukaran isyarat, symbol, dan penjelasan ini, anak-anak mulai mengembangkan sebuah kotak perkakas cultural untuk memahami dan belajar tentang dunia (Wertsch,1991).
            Sementara bahasa dapat mengakibatkan perkembangan kognitif anak karena ia telah menyediakan cara untuk mengekspresikan ide dan melontarkan pertanyaan, kategori konsep untuk berpikir, dan kaitan antara masa lampau dan masa depn. Bahasa membebaskan kita dari situasi saat ini untuk memikirkan tentang apa yang sudah dan mungkin akan terjadi (Driscoll,2005). Bila kita lakukan studi lintas budaya, kita akan melihat bahwa budaya-budaya yang berbeda membutuhkan dan mengembangkan alat-alat bahasa yang berbeda.
            Lebih jauh lagi Vygotsky mengatakan bahwa guru perlu melakukan lebih dari sekedar menata lingkungan sedemikian rupa agar siswa dapat menemukan sendiri. Anak-anak tidak dapat dan seharusnya tidak diharapkan untuk menemukan kembali pengetahuan yang sudah tersedia di budayanya. Sebaliknya, mereka seharusnya dibimbing dan dibantu dalam belajar. Jadi Vygotsky melihat guru, orangtua, dan orang dewasa lainnya berperan sentral bagi belajar dan perkembangan anak (Woolfok,2009:83).
            a. Peran Belajar dan Perkembangannya
            Vygotsky percaya bahwa belajar adalah sebuah proses aktif yang tidak harus menunggu kesiapan. Faktanya, belajar yang di organisasi dengan baik menghasilkan perkembangan mental dan memulai berbagai proses perkembangan sehingga mustahil dipisahkan dari belajar. Ia melihat belajar sebagai alat dalam perkembangan, belajar menarik perkembangan naik ketingkat yang lebih tinggi dan interaksi sosial adalah kunci dalam belajar, ini berarti orang lain termasuk guru, memiliki peran yang signifikan dalam perkembangan kognitif.
            b. Bahasa dan Keanekaragaman Budaya
            Secara umum, budaya mengembangkan kata-kata untuk konsep-konsep yang penting untuk mereka, setiap Negara memiliki bahasa untuk menyebutkan sesuatu hal ataupun warna. Bahasa berubah dari waktu ke waktu untuk mengidentifikasi kebutuhan dan nilai budaya yang berubah seiring berjalannya waktu sampai abad sekarang ini. Vygotsky member tekanan besar pada belajar dan bahasa dalam perkembangan kognitif. Ia percaya bahwa berpikir itu bergantung pada bicara, pada makna pikiran, dan pada pengalaman sosiokultural anak (Woolfok,2009:72).

      Perbandingan Teori Piace dan Vigotsky Tentang Perkembangan Otak Manusia
Psikologi Swis, Jean Piaget merancang sebuah model yang mendiskripsikan bagaimana manusia memahami dunianya dengan mengumpulkan dan mengorganisasikan informasi. Menurut Piaget (1954) cara-cara berfikir terntentu yang cukup mudah bagi orang dewasa, tidak semudah itu bagi anak-anak (Woolfok,2009:49). Untuk mengembangkan agar manusia menjadi matang tidak cukup bila ia hanya dilatih, tetapi juga harus dididik. Siswa harus dididik untuk realis, mengakui kehidupan yang multi-dimensional, tidak seragam, dan menghayati kebinekaan yang saling melengkapi demi persaudaraan yang sehat, menghargai hak dan kewajiban sosial yang saling solider ( Sidhunata, 2001).
Piaget adalah seorang tokoh psikologi kognitif yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan pemikiran para pakar kognitif lainnya. menurut Piaget teori belajar kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem saraf. Dengan demikian bertambahnya umur sesorang, maka makin komplekslah susunan syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya (Budiningsih,2008:34). Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitif. Piaget menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
            Piaget menjelaskan bahwa anak dapat membangun secara aktif dunia kognitif mereka sendiri, terdapat dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu, yaitu pengorganisasian dan penyesuaian. Bagaimana seseorang memperoleh kecakapan intelektual, pada umumnya akan berhubungan dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang mereka rasankan dan mereka ketahui pada satu sisi dengan apa yang mereka lihat suatu fenomena baru sebagai pengalaman atau persoalan. Bila seseorang dalam kondisi sekarang dapat mengatasi situasi baru, keseimbangan mereka tidak akan terganggu. Jika tidak, ia harus melakukan adaptasi dengan lingkungannya.
            A. Prinsip Dasar Teori Piaget
            Piaget menjelaskan bahwa intelegensi itu sendiri sebagai adaptasi biologi terhadap lingkungannya. Contoh, manusia tidak mempunyai mantel berbulu lembut untuk melindunginya dari dingin, manusia tidak mempunyai kecepatan untuk lari dari hewan pemangsa, manusia juga tidak mempunyai keahlian untuk memanjat pohon. Tapi manusia memiliki kepandaian untuk memproduksi pakaian, kendaraan, dan teknologi lainnya. Sementara faktor yang dalam perkembangan teori belajar kognitif pada proses pembelajaran yaitu :

            a. Fisik
            Interaksi antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan baru, tetapi kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali jika intelegensi individu dapat memanfaatkan pengalaman tersebut.
            b. Kematangan
            Kematangan sistem saraf menjadi penting karena memungkinkan anak memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik.
            c. Pengaruh sosial
            Proses pengaturan diri dan mengoreksi diri, mengatur interaksi spesifik dari individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial dan perkembangan jasmaniyang menyebabkan perkembangan kognitif berjalan secara terpadu dan tersusun baik.
            d. Aspek Intelegensi
            Interaksi pikiran manusia dengan dunia luar, mencocokan dunia kedalam mental framework-nya sendiri. Struktur kognitif yang dibangun seseorang dengan mengambil informasi dari lingkunganya dan menginterprestasikannya, mereorganisasikannya  serta mentrasfortasikannya.
B. Tahapan-Tahapan Perkembangan Kognitif
            Menurut Piaget, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahapan-tahapan perkembangan sesuai dengan umurnya. Pola dan tahapan-tahapan ini bersifak hierarkis, artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahapan kognitifnya. Piaget membagi tahapan-tahapan perkembangan kognitif ini menjadi empat, yaitu:
1. Tahap Sensorimotor (umur 0-2 tahun)
            Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya yang sederhana. Kemampuan yang dimilikinya antara lain :
            a. Melihat dirinya sendiri berbeda dengan objek di sekitarnya
            b. Mencari ransangan melalui sinar lampu dan suara
            c. suka memperhatikan sesuatu lebih lama
            d. mendifinisikan sesuatu dengan memanipulasi
            e. memperhatikan objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya.
2. Tahap Preoperasional (umur 2-8 tahun)
            Ciri pokok perkembangan pada tahapan ini adalah pada penggunaan symbol atau bahasa tanda, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif. Karakteristik tahapan ini adalah :
            a. Self Counter sangat menonjol
b. Dapat mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal dan mencolok.
c. Tidak mampu memusatkan perhatian pada objek-objek yang berbeda.
d. Mampu mengumpulkan barang-barang menurut kriteria, termasuk criteria yang benar.
e. Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat menjelaskan perbedaan antara deretan.
3. Tahap Operasional Kongret (umur 8-12 tahun)
            Ciri pokok perkembangan pada tahapan ini adalah anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan di tandai adanya teversible dan kekekalan. Anak telah memiliki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat kongrit. Operasional sendiri menurut Budingsih (2008:38) adalah tipe tindakan untuk memanipulasi objek atau gambar-gambar yang ada di dalam dirinya, karena kegiatan ini memerlukan proses transformasi informasi kedalam dirinya sehingga tindakannya lebih efektif, taraf berfikir seperti ini sudah dapat dikatakan maju. Untuk menghindari keterbatasan berfikir anak perlu diberi gambaran konkret, sehingga ia mampu menelaah persoalan atau masalah.
4. Tahap Operasional Formal (umur 12-18)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berfikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berfikir “kemungkinan”  dengan menarik kesimpulan, menafsirkan dan menggambarkan hipotesa. Pada tahap ini kondisi berpikir anak sudah dapat :
a. Bekerja secara efektif dan sistematis
b. Menganalisis secara kombinasi. Dengan demikian telah diberikan dua kemungkinan penyebabnya, misalnya C1 dan C2 menghasilkan R, anak dapat merumuskan beberapa kemungkinan.
c. Berpikir secara proporsional
d.Menarik generalisasi secara mendasar pada satu maca isi. (Budingsih,2008:37-39)
            Agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuannya sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, maka diperlukan proses penyeimbangan. Menurut Budiningsih (2008:36) proses penyeimbangan yaitu menyeimbangkan antara lingkungan luar dengan struktur kognitif yang ada dalam dirinya. Proses inilah yang disebut ekuilibrasi yang menurut Piaget (woolfok,2009:52) mengorganisasikan, mengasimilasikan, dan mengakomodasikan dapat dipandang semacam tindakan penyeimbangan yang kompleks. Dalam teorinya perubahan-perubahan actual dalam berpikir terjadi melalui proses equilibration tindakan untuk mencari keseimbangan. Secara singkat proses ekuilibrasi bekerja seperti ini, bila kita menawarkan skema tertentu pada sebuah kejadian atau situasi dan skema itu terjadi. Bila skema itu tidak membuahkan hasil yang memuaskan, maka menjadi tidak nyaman.
            Tahap belajar yang di alami seoarang anak pada tahap sensorimotor tentu akan berbeda dalam proses belajar yang di alami oleh seorang anak pada tahap preoperasional, dan akan berbeda pula dengan mereka yang sudah berada pada tahap preoperasional konkret, bahkan dengan mereka yang sudah berada pada tahap operasional. Guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif para muridnya agar dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan tahapan-tahapan tersebut (Budiningsih, 2008:36).
 Secara umum penulis menyimpulkan teori kognitif Piaget adalah perubahan persepsi atau pemahaman yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat di amati dan di ukur, proses berpikir anak berdasarkan faktor genetik semakin bertambah usia maka bertambah pula pemahaman anak. Asumsi teori Piaget ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya, dan proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi yang di sampaikan beradaptasi dengan struktur kognitf yang telah di miliki anak atau seseorang.
Teori Belajar Vygotsky
            Seperti yang telah di uraikan di atas mengenai teori belajar Bruner dan teori belajar Vygotsky adalah sama, perbedaanya terletak pada individu dan budaya di lingkungan. Pandangan Vygotsky meyatakan bahwa budaya membentuk perkembangan kognitif dengan menentukan apa dan bagaimana anak akan belajar tentang dunia. Vygotsky percaya bahwa aktivitas manusia terjadi dalam setting cultural dan dapat dipahami secara terpisah dari setting tersebut. Salah satu ide kuncinya adalah struktur-struktur dan proses-proses mental kita dapat ditelusuri dari interaksi kita dengan orang lain, Vygotsky menekankan peran dialog kooperatif antara anak dan anggota-anggota yang lebih berpengetahuan luas di masyarakat pada perkembangan anak. Anak-anak belajar budaya dari komunitasnya (cara berpikir dan berprilaku) melalui interaksi-interaksi tersebut (Woolfok,2009:68).
Vygotsky juga berasumsi bahwa setiap fungsi perkembangan anak muncul dua kali. Pertama di tingkat sosial dan kemudian di tingkat individual. Vygotsky percaya bahwa alat-alat cultural, termasuk alat material (seperti pencetak, bajak, penggaris, sampoa, computer, dan internet) dan alat-alat psikologi (seperti symbol, isyarat, peta, karya seni, kode, dan bahasa) memainkan peranan penting dalam perkembangan kognitif. Vygotsky percaya juga bahwa semua proses mental seperti penalaran, pemahaman, dan mengatasi masalah dapat diselesaikan dengan menggunakan alat-alat baik itu cultural maupun psikologi (Woolfok,2009:70). Dengan adanya pertukaran isyarat, symbol, dan penjelasan ini, anak-anak mulai mengembangkan sebuah kotak perkakas cultural untuk memahami dan belajar tentang dunia (Wertsch,1991).
            Sementara bahasa dapat mengakibatkan perkembangan kognitif anak karena ia telah menyediakan cara untuk mengekspresikan ide dan melontarkan pertanyaan, kategori konsep untuk berpikir, dan kaitan antara masa lampau dan masa depn. Bahasa membebaskan kita dari situasi saat ini untuk memikirkan tentang apa yang sudah dan mungkin akan terjadi (Driscoll,2005). Bila kita lakukan studi lintas budaya, kita akan melihat bahwa budaya-budaya yang berbeda membutuhkan dan mengembangkan alat-alat bahasa yang berbeda.
            Lebih jauh lagi Vygotsky mengatakan bahwa guru perlu melakukan lebih dari sekedar menata lingkungan sedemikian rupa agar siswa dapat menemukan sendiri. Anak-anak tidak dapat dan seharusnya tidak diharapkan untuk menemukan kembali pengetahuan yang sudah tersedia di budayanya. Sebaliknya, mereka seharusnya dibimbing dan dibantu dalam belajar. Jadi Vygotsky melihat guru, orangtua, dan orang dewasa lainnya berperan sentral bagi belajar dan perkembangan anak (Woolfok,2009:83).
            a. Peran Belajar dan Perkembangannya
            Vygotsky percaya bahwa belajar adalah sebuah proses aktif yang tidak harus menunggu kesiapan. Faktanya, belajar yang di organisasi dengan baik menghasilkan perkembangan mental dan memulai berbagai proses perkembangan sehingga mustahil dipisahkan dari belajar. Ia melihat belajar sebagai alat dalam perkembangan, belajar menarik perkembangan naik ketingkat yang lebih tinggi dan interaksi sosial adalah kunci dalam belajar, ini berarti orang lain termasuk guru, memiliki peran yang signifikan dalam perkembangan kognitif.
            b. Bahasa dan Keanekaragaman Budaya
            Secara umum, budaya mengembangkan kata-kata untuk konsep-konsep yang penting untuk mereka, setiap Negara memiliki bahasa untuk menyebutkan sesuatu hal ataupun warna. Bahasa berubah dari waktu ke waktu untuk mengidentifikasi kebutuhan dan nilai budaya yang berubah seiring berjalannya waktu sampai abad sekarang ini. Vygotsky member tekanan besar pada belajar dan bahasa dalam perkembangan kognitif. Ia percaya bahwa berpikir itu bergantung pada bicara, pada makna pikiran, dan pada pengalaman sosiokultural anak (Woolfok,2009:72).