Selasa, 31 Mei 2011

Budha di jambi

Jambi pada masa Budha
Menyebarnya agama Budha di nusantara ini sejalan dengan masuknya pengaruh Budha di Nusantara sejalan dengan masuknya pengaruh Budaya India di negri kepulauan ini. Tidak ada satupun sumber tertulis yang sampai kepada kita yang menyebutkan kapan pengaruh agama india ini masuk, siapa yang membawanya apakah para saudagar atau para biksu yang ikut dalam pelayaran saudagar india ini ( bambang budi utomo, 2010,budha di nusantara,Buddhist education center, iii ). Para saudagar dari kedua bangsa ini terikat dengan hubungan dagang internasionalnya. Tidak luput juga penyebaran agama ini di lakukan oleh para saudagar nusantar yang melakukan perniagaan di India dan mengajarkannya ketika mereka sudah berada di nusantara dimana mereka tinggal, karena para saudagar ini mempunyai harta dan tanah yang mana menjadi salah satu kekayaan pada masanya.
Agama merupakan salah satu unsure kebudayaan. Ada dua agama yang masuk dalam budaya india, yaitu Hindu dan Budha. Sumber prasasti tertua dari sekitar abad ke 5-6 Masehi, mengindikasikan awal agama yang ada di nusantara adalah agama Hindu aliran Waisnawa. Keadaan ini di perjelas lagi oleh catatan fa-hsien, seorang biksu asal tiongkok yang mengatakan bahwa yi-po-ti sedikit sekali di jumpai orang-orang beragama buhda, tetapi banyak di jumpai orang brahmana dan mereka yang agamanya buruk( ibid ).
Sampai pada abad ke-7 seorang biksu yang berasal dari tiongkok ( i-tsing ) berkunjung ke shi-li-fi-shi yang di yakini para sejarawan adalah Sriwijaya. Dala perjalanannya ke nusantara ia melewati mo-lo-yeu sendiri di akui sebagai kerajaan melayu yang berada di kota jambi sekarang dan shi-li-fo-shi. Dalam catatanya hariannya ia mencatat ada sekitar lebih dari 1000 biksu tinggal di shi-li-fo-shi, juga anjuran untk para biksu, sebelum melanjutkan pelajaranya di Nalanda ( India ) terlebih dahulu singgah di shi-li-fo-shi untuk memperdalam tatabahasa sangsekerta ( ibid ).
Lain Sriwijaya lain pula dengan mataram, tetapi Cuma satu penguasa yaitu Dinasti Syailendra yang agama di anutnya Budha Mahayana, kalu penguasa di mataram banyak mendirikan bangunan suci, sedangkan di sriwijaya tidak, walaupun ada itu hanya terbuat dari bahan bata, dan arca Mahayana yang seperti Boddhisatwa, wajrapani, lokanata, awalokiteswara, dan padmapan) inilah yang di temukan di wilayah kerajaan sriwijaya di Sumatra, sedangkan kalau di mataram banyak di temuka bangunan suci.
Diterimanya ajaran ini di nusantara karena dalam ajaran budha yang utama adalah welas asih dan menolong semua mahkluk sebagaimana tercermin dalam Boddhisatwa. Karena ajaran welas asih inilah agama budha sangat cepat di terima oleh penduduk nusantara, dan ajaran welas asih ini mengakar ke pengaruhnya baik di jawa, Sumatra maupun di semenanjung tanah melayu ( ibid iv )

Senin, 30 Mei 2011

Kerajaan Melayu

KERAJAAN MELAYU
Berbicara tentang penamaan”kuno “ dalam istilah melayu kuno, seseorang dapat salah mengerti tentang arti sesungguhnya pemberian nama. Biasanya Moloyu ( melayu ) dan Sriwijaya di anggap sebagai kerajaan-kerajaan melayu kuno. Setelah jatuhnya kerajaan sriwijaya di abad ke-14 wilayah kerajaan-kerajaan melayu kuno mendapat berbagai cobaan dari bangsa penjaja dari luar, terutama dari bangsa ingris dan belanda. Hingga abad tahun 1824. Pada tahun ini oleh traktat London wilayah yang dihuni oleh pihak melayu di bagi menjadi dua bagian, yakni bagian utara yang meliputi wilayah semenanjung melayu dan singgapura di kuasai oleh inggris dan pantai timur Sumatra serta riau lautan menjadi jajahan belanda ( S. Sartono. 7-8 desember 1992. Kerajaan melayu kuno pra-sriwijaya di Sumatra. Seminar sejarah melayu kuno. Kerja sama tingkat I provinsi jambi dengan kantor wilayah DEPDIKBUD provinsi Jambi).
Wilayah kerajaan melayu secara geografis terletak di sekitar daerah aliran sungai Batanghari yang meliputi provinsi jambi dan provinsi Sumatra barat, di sekitar kabupaten tanah datar ( Pagarruyung ) dan di sekitar aliran sungai rokan, Kampar, dan Indragiri di wilayah provinsi Sumatra barat dan provinsi Riau. Di beberapa tempat, di tepian sungai Batanghari banyak di temukan arkeologi, mulai dari daerah ilir ( di wilayah provinsi Jambi ) hingga daerah Hulu ( di wilayah provinsi Sumatra barat ) ( bambang budi utomo, 2010. Budha di nusantara. Buddhis center. Hal 48).
Menurut salah seorang penganut kepercayaan budha yang telah berkunjung ke situs peninggalan agama budha di dunia mengungkapkan, di wilayah jambi merupakan pusat pendidikan ajaran agama budha yang menjadikannya sebagai kampus terbesar di dunia. Kunjungannya ke Tibet dimana dia mendapatkan bahwa biksu perempuan ternama yang bernama Attisa pernah berkunjung ke kerajaan melayu pada abad ke 11 dari india ke Tibet hingga ke Indonesia yaitu Sumatra untuk menjadi pengajar atau guru dalam agama budha( Dr. Elizabet.dalam seminar jambi heritage ). Banyaknya di temukan candi-candi di muara jambi di akuinya itu sebagai tempat pelaksanaan pendidikan bukan tempat ajaran agama, karena menurutnya tidak mungkin di bangun tempat suci yang berdekatan bahkan ada yang beradap-adapan. ( biksu asal cina,chiaw-fo, perbincangan dalam perjalanan ke candi muara jambi,seminar jambi heritage).
Pada tahun 672 M, dalam perjalanannya dari kanton ke India, it-shing singgah di shih-li-fo-shih ( sriwijaya ) selama 6 bulan untuk belajar tatabahasa, bahasa sangsekerta sebelum melanjutkan pelayarannya ke cieh-cha ( kedah ) dan menuju ke nelada ( india ). Selanjutnya itsing menuliskan bahwa sekembalinya dari nelanda pada tahun 685 M ia singgah di mo-lo-yeu yang sekarang menjadi fo-she-to. Berita itsing ini sesuai dengan isi prasasti karangbirahi yang ditemukan di tepi sungai merangin anak Batanghari di daerah hulu, menyebutkan tentang persumpahan bagi yang tidak mau tunduk kepada kedatuan sriwijaya. Kedua data ini menginformasikan bahwa pada waktu itu melayu telah di taklukan oleh sriwijaya sampai sekitar abad ke-13 masehi. Pendudukan sriwijaya terhadap melayu di anggap penting karena dengan menduduki melayu, sriwijaya dapat menguasai Bandar-bandar di daerah selat malaka. Hal sama juga di lakukan ke daerah lain seperti, kota kapur ( Bangka ), bhumi jawa, serta palas dan jabung ( lampung ) ( ibid. bambang.hal 50 ).
Permukiman yang tertua berlokasi di daerah hilir Batanghari, sedangkan pemukiman yang muda berlokasi di daerah hulu Batanghari di wilayah Sumatra barat. Dalam sejarah Batanghari di wilayah ini pernah ada dua kerajaan besar yang berpengaruh di belahan barat Nusantara. Kedua kerajaan itu adalah Melayu dan Sriwijaya yang tumbuh berkembang pada waktu yang bersamaan dari berita tionghoa yang di tulis it-shing di sebutkan bahwa suatu saat ( sekitar tahun 670 an ) melayu pernah menjadi bagian sriwijaya ( groneveldt 1960 ) setelah sriwijaya melemah, melayu kemudian merdeka kembali.
Berdasarkan berita tionghoa tersebut, hasan jafar ( 1992:77 ) membagi melayu dalam tiga fase :
1. Fase awal, sekitar pertengahan abad ke 7 Masehi
2. Fase pendudukan oleh sriwijaya, sekitar tahun 680 sampai sekitar pertengahan abad ke-11 Masehi.
3. Fase akhir, sekitar pertengahan abad ke 11 –akhir abad ke14 Masehi.
Ketiga fase tersbut mengacu kepada perjalanan sejarah kerajaan melayu kuno, tetapi tidak menjelaskan lokasi pusat pemerintahannya.
Beberapa pakar berpendapat pusat kerajaan melayu fase awal berpusat di kota jambi sekarang ( slamet mulyana 1981:30-42 ; irfan 1983:94-102 ). Pendapat ini di dasarkan asumsi bahwa pusat kerajaan adalah juga pelabuhan melayu. Pelabuhan melayu yang berlokasi di tepi sungai Batanghari sangat lah baik untuk pelabuhann sungai dengan panjang 800 km, lebarnya 500 meter dan kedalamannya lebih dari 5 meter yang sangat baik untuk pelayaran sungai. ( ibid. bambang. Hal 49 )
Masa pendudukan sriwijaya ini agaknya berlangsung cukup lama, mulai dari abad ke 7 -11 masehi. Tetapi selama masa itu, ada juga masa dimana sriwijaya agak lengah . kesempatan itu di manfaatkan untuk mengirim duta besar ke tiongkok. Berdasarkan catatan tiongkok, mo-lo-yeu mengirim utusan ke tiongkok pada tahun 853 dan 871 masehi ( wolters: 1970-42 ). Namuntindakan ini di ketahui oleh sriwijaya. Oleh sebab itulah sriwijaya pada tahun 905 masehi mengirim duta ke tiongkok dan menegaskan bahwa duta yang dating pada tahun 853 dan 871 masehi adalah “ pemimpin dari chan-pi ( ibid. bambang,hal 52 ). Melayu merupakan sebuah kerajaan yang di anggap penting eksistensi kerajaan melayu selalu di akui oleh berbagi kerajaan. Sebab kerajaan besar di Nusantara akan selalu memperhitungkan keberadaan kerajaan melayu, seperti halnya sriwijaya dan majapahit.
Berdasarkan data prasasti dan pertanggalan situs di daerah Batanghari, kerajaan melayu sekurang-kurangnya telah mengalami tiga kali pemindahan pusat pemerintahan. Pusatnya yg pertama berlokasi di sekitar kota jambi sekarang, pusatnya yang kedua di padangroco, dan pusatnya yang ketiga terletak di pagaruyung. Para sarjan meduga pemindahan kerajaan itu di sebabkan oleh ancaman dari musuh, terutama musuh yang datng dari tanah jawa yang melalui sungai Batanghari. Sedangkan de casparis menduga melayu pada masa akhir mendapat ancaman dari kerajaan yang bercorak islam di samudrai pasai yang datang melalui sungai Batanghari ( ibid bambang hal 55 ).

Salah satu jenis peningkatan arkeologi yang tergolong ke dalam artefak bertulisan ialah prasasti. Sebagai sumber sejarah dan kebudayaan prasasti mempunyai kedudukan yang amat penting karena merupakan salah satu sumber keterangan yang sejaman. Dari masa kerajaan melayu kuno yang kronologinya dapat di tempatkan pada kurun waktu sekitar pertengahan abad ke-7 sampai abad ke-14. Telah ditemukan lebih dari 30 buah prasasti yang sebagian masuk dalam provinsi jambi, sebagian lagi masuk wilayah provinsi Sumatra barat, dan sebuah ditemukan di wilayah Malang, jawa timur yaitu prasasti Adityawarman yang di pahatkan di candi jago ( hasa jafar. Prasasti-prasasti masa kerajaan melayu kuno dan beberapa permasalahannya. Seminar sejarah melayu jambi. 6-8 desember 1992 ).

Kerajaan Melayu

KERAJAAN MELAYU
Berbicara tentang penamaan”kuno “ dalam istilah melayu kuno, seseorang dapat salah mengerti tentang arti sesungguhnya pemberian nama. Biasanya Moloyu ( melayu ) dan Sriwijaya di anggap sebagai kerajaan-kerajaan melayu kuno. Setelah jatuhnya kerajaan sriwijaya di abad ke-14 wilayah kerajaan-kerajaan melayu kuno mendapat berbagai cobaan dari bangsa penjaja dari luar, terutama dari bangsa ingris dan belanda. Hingga abad tahun 1824. Pada tahun ini oleh traktat London wilayah yang dihuni oleh pihak melayu di bagi menjadi dua bagian, yakni bagian utara yang meliputi wilayah semenanjung melayu dan singgapura di kuasai oleh inggris dan pantai timur Sumatra serta riau lautan menjadi jajahan belanda ( S. Sartono. 7-8 desember 1992. Kerajaan melayu kuno pra-sriwijaya di Sumatra. Seminar sejarah melayu kuno. Kerja sama tingkat I provinsi jambi dengan kantor wilayah DEPDIKBUD provinsi Jambi).
Wilayah kerajaan melayu secara geografis terletak di sekitar daerah aliran sungai Batanghari yang meliputi provinsi jambi dan provinsi Sumatra barat, di sekitar kabupaten tanah datar ( Pagarruyung ) dan di sekitar aliran sungai rokan, Kampar, dan Indragiri di wilayah provinsi Sumatra barat dan provinsi Riau. Di beberapa tempat, di tepian sungai Batanghari banyak di temukan arkeologi, mulai dari daerah ilir ( di wilayah provinsi Jambi ) hingga daerah Hulu ( di wilayah provinsi Sumatra barat ) ( bambang budi utomo, 2010. Budha di nusantara. Buddhis center. Hal 48).
Menurut salah seorang penganut kepercayaan budha yang telah berkunjung ke situs peninggalan agama budha di dunia mengungkapkan, di wilayah jambi merupakan pusat pendidikan ajaran agama budha yang menjadikannya sebagai kampus terbesar di dunia. Kunjungannya ke Tibet dimana dia mendapatkan bahwa biksu perempuan ternama yang bernama Attisa pernah berkunjung ke kerajaan melayu pada abad ke 11 dari india ke Tibet hingga ke Indonesia yaitu Sumatra untuk menjadi pengajar atau guru dalam agama budha( Dr. Elizabet.dalam seminar jambi heritage ). Banyaknya di temukan candi-candi di muara jambi di akuinya itu sebagai tempat pelaksanaan pendidikan bukan tempat ajaran agama, karena menurutnya tidak mungkin di bangun tempat suci yang berdekatan bahkan ada yang beradap-adapan. ( biksu asal cina,chiaw-fo, perbincangan dalam perjalanan ke candi muara jambi,seminar jambi heritage).
Pada tahun 672 M, dalam perjalanannya dari kanton ke India, it-shing singgah di shih-li-fo-shih ( sriwijaya ) selama 6 bulan untuk belajar tatabahasa, bahasa sangsekerta sebelum melanjutkan pelayarannya ke cieh-cha ( kedah ) dan menuju ke nelada ( india ). Selanjutnya itsing menuliskan bahwa sekembalinya dari nelanda pada tahun 685 M ia singgah di mo-lo-yeu yang sekarang menjadi fo-she-to. Berita itsing ini sesuai dengan isi prasasti karangbirahi yang ditemukan di tepi sungai merangin anak Batanghari di daerah hulu, menyebutkan tentang persumpahan bagi yang tidak mau tunduk kepada kedatuan sriwijaya. Kedua data ini menginformasikan bahwa pada waktu itu melayu telah di taklukan oleh sriwijaya sampai sekitar abad ke-13 masehi. Pendudukan sriwijaya terhadap melayu di anggap penting karena dengan menduduki melayu, sriwijaya dapat menguasai Bandar-bandar di daerah selat malaka. Hal sama juga di lakukan ke daerah lain seperti, kota kapur ( Bangka ), bhumi jawa, serta palas dan jabung ( lampung ) ( ibid. bambang.hal 50 ).
Permukiman yang tertua berlokasi di daerah hilir Batanghari, sedangkan pemukiman yang muda berlokasi di daerah hulu Batanghari di wilayah Sumatra barat. Dalam sejarah Batanghari di wilayah ini pernah ada dua kerajaan besar yang berpengaruh di belahan barat Nusantara. Kedua kerajaan itu adalah Melayu dan Sriwijaya yang tumbuh berkembang pada waktu yang bersamaan dari berita tionghoa yang di tulis it-shing di sebutkan bahwa suatu saat ( sekitar tahun 670 an ) melayu pernah menjadi bagian sriwijaya ( groneveldt 1960 ) setelah sriwijaya melemah, melayu kemudian merdeka kembali.
Berdasarkan berita tionghoa tersebut, hasan jafar ( 1992:77 ) membagi melayu dalam tiga fase :
1. Fase awal, sekitar pertengahan abad ke 7 Masehi
2. Fase pendudukan oleh sriwijaya, sekitar tahun 680 sampai sekitar pertengahan abad ke-11 Masehi.
3. Fase akhir, sekitar pertengahan abad ke 11 –akhir abad ke14 Masehi.
Ketiga fase tersbut mengacu kepada perjalanan sejarah kerajaan melayu kuno, tetapi tidak menjelaskan lokasi pusat pemerintahannya.
Beberapa pakar berpendapat pusat kerajaan melayu fase awal berpusat di kota jambi sekarang ( slamet mulyana 1981:30-42 ; irfan 1983:94-102 ). Pendapat ini di dasarkan asumsi bahwa pusat kerajaan adalah juga pelabuhan melayu. Pelabuhan melayu yang berlokasi di tepi sungai Batanghari sangat lah baik untuk pelabuhann sungai dengan panjang 800 km, lebarnya 500 meter dan kedalamannya lebih dari 5 meter yang sangat baik untuk pelayaran sungai. ( ibid. bambang. Hal 49 )
Masa pendudukan sriwijaya ini agaknya berlangsung cukup lama, mulai dari abad ke 7 -11 masehi. Tetapi selama masa itu, ada juga masa dimana sriwijaya agak lengah . kesempatan itu di manfaatkan untuk mengirim duta besar ke tiongkok. Berdasarkan catatan tiongkok, mo-lo-yeu mengirim utusan ke tiongkok pada tahun 853 dan 871 masehi ( wolters: 1970-42 ). Namuntindakan ini di ketahui oleh sriwijaya. Oleh sebab itulah sriwijaya pada tahun 905 masehi mengirim duta ke tiongkok dan menegaskan bahwa duta yang dating pada tahun 853 dan 871 masehi adalah “ pemimpin dari chan-pi ( ibid. bambang,hal 52 ). Melayu merupakan sebuah kerajaan yang di anggap penting eksistensi kerajaan melayu selalu di akui oleh berbagi kerajaan. Sebab kerajaan besar di Nusantara akan selalu memperhitungkan keberadaan kerajaan melayu, seperti halnya sriwijaya dan majapahit.
Berdasarkan data prasasti dan pertanggalan situs di daerah Batanghari, kerajaan melayu sekurang-kurangnya telah mengalami tiga kali pemindahan pusat pemerintahan. Pusatnya yg pertama berlokasi di sekitar kota jambi sekarang, pusatnya yang kedua di padangroco, dan pusatnya yang ketiga terletak di pagaruyung. Para sarjan meduga pemindahan kerajaan itu di sebabkan oleh ancaman dari musuh, terutama musuh yang datng dari tanah jawa yang melalui sungai Batanghari. Sedangkan de casparis menduga melayu pada masa akhir mendapat ancaman dari kerajaan yang bercorak islam di samudrai pasai yang datang melalui sungai Batanghari ( ibid bambang hal 55 ).

Salah satu jenis peningkatan arkeologi yang tergolong ke dalam artefak bertulisan ialah prasasti. Sebagai sumber sejarah dan kebudayaan prasasti mempunyai kedudukan yang amat penting karena merupakan salah satu sumber keterangan yang sejaman. Dari masa kerajaan melayu kuno yang kronologinya dapat di tempatkan pada kurun waktu sekitar pertengahan abad ke-7 sampai abad ke-14. Telah ditemukan lebih dari 30 buah prasasti yang sebagian masuk dalam provinsi jambi, sebagian lagi masuk wilayah provinsi Sumatra barat, dan sebuah ditemukan di wilayah Malang, jawa timur yaitu prasasti Adityawarman yang di pahatkan di candi jago ( hasa jafar. Prasasti-prasasti masa kerajaan melayu kuno dan beberapa permasalahannya. Seminar sejarah melayu jambi. 6-8 desember 1992 ).

Kerajaan Melayu

KERAJAAN MELAYU
Berbicara tentang penamaan”kuno “ dalam istilah melayu kuno, seseorang dapat salah mengerti tentang arti sesungguhnya pemberian nama. Biasanya Moloyu ( melayu ) dan Sriwijaya di anggap sebagai kerajaan-kerajaan melayu kuno. Setelah jatuhnya kerajaan sriwijaya di abad ke-14 wilayah kerajaan-kerajaan melayu kuno mendapat berbagai cobaan dari bangsa penjaja dari luar, terutama dari bangsa ingris dan belanda. Hingga abad tahun 1824. Pada tahun ini oleh traktat London wilayah yang dihuni oleh pihak melayu di bagi menjadi dua bagian, yakni bagian utara yang meliputi wilayah semenanjung melayu dan singgapura di kuasai oleh inggris dan pantai timur Sumatra serta riau lautan menjadi jajahan belanda ( S. Sartono. 7-8 desember 1992. Kerajaan melayu kuno pra-sriwijaya di Sumatra. Seminar sejarah melayu kuno. Kerja sama tingkat I provinsi jambi dengan kantor wilayah DEPDIKBUD provinsi Jambi).
Wilayah kerajaan melayu secara geografis terletak di sekitar daerah aliran sungai Batanghari yang meliputi provinsi jambi dan provinsi Sumatra barat, di sekitar kabupaten tanah datar ( Pagarruyung ) dan di sekitar aliran sungai rokan, Kampar, dan Indragiri di wilayah provinsi Sumatra barat dan provinsi Riau. Di beberapa tempat, di tepian sungai Batanghari banyak di temukan arkeologi, mulai dari daerah ilir ( di wilayah provinsi Jambi ) hingga daerah Hulu ( di wilayah provinsi Sumatra barat ) ( bambang budi utomo, 2010. Budha di nusantara. Buddhis center. Hal 48).
Menurut salah seorang penganut kepercayaan budha yang telah berkunjung ke situs peninggalan agama budha di dunia mengungkapkan, di wilayah jambi merupakan pusat pendidikan ajaran agama budha yang menjadikannya sebagai kampus terbesar di dunia. Kunjungannya ke Tibet dimana dia mendapatkan bahwa biksu perempuan ternama yang bernama Attisa pernah berkunjung ke kerajaan melayu pada abad ke 11 dari india ke Tibet hingga ke Indonesia yaitu Sumatra untuk menjadi pengajar atau guru dalam agama budha( Dr. Elizabet.dalam seminar jambi heritage ). Banyaknya di temukan candi-candi di muara jambi di akuinya itu sebagai tempat pelaksanaan pendidikan bukan tempat ajaran agama, karena menurutnya tidak mungkin di bangun tempat suci yang berdekatan bahkan ada yang beradap-adapan. ( biksu asal cina,chiaw-fo, perbincangan dalam perjalanan ke candi muara jambi,seminar jambi heritage).
Pada tahun 672 M, dalam perjalanannya dari kanton ke India, it-shing singgah di shih-li-fo-shih ( sriwijaya ) selama 6 bulan untuk belajar tatabahasa, bahasa sangsekerta sebelum melanjutkan pelayarannya ke cieh-cha ( kedah ) dan menuju ke nelada ( india ). Selanjutnya itsing menuliskan bahwa sekembalinya dari nelanda pada tahun 685 M ia singgah di mo-lo-yeu yang sekarang menjadi fo-she-to. Berita itsing ini sesuai dengan isi prasasti karangbirahi yang ditemukan di tepi sungai merangin anak Batanghari di daerah hulu, menyebutkan tentang persumpahan bagi yang tidak mau tunduk kepada kedatuan sriwijaya. Kedua data ini menginformasikan bahwa pada waktu itu melayu telah di taklukan oleh sriwijaya sampai sekitar abad ke-13 masehi. Pendudukan sriwijaya terhadap melayu di anggap penting karena dengan menduduki melayu, sriwijaya dapat menguasai Bandar-bandar di daerah selat malaka. Hal sama juga di lakukan ke daerah lain seperti, kota kapur ( Bangka ), bhumi jawa, serta palas dan jabung ( lampung ) ( ibid. bambang.hal 50 ).
Permukiman yang tertua berlokasi di daerah hilir Batanghari, sedangkan pemukiman yang muda berlokasi di daerah hulu Batanghari di wilayah Sumatra barat. Dalam sejarah Batanghari di wilayah ini pernah ada dua kerajaan besar yang berpengaruh di belahan barat Nusantara. Kedua kerajaan itu adalah Melayu dan Sriwijaya yang tumbuh berkembang pada waktu yang bersamaan dari berita tionghoa yang di tulis it-shing di sebutkan bahwa suatu saat ( sekitar tahun 670 an ) melayu pernah menjadi bagian sriwijaya ( groneveldt 1960 ) setelah sriwijaya melemah, melayu kemudian merdeka kembali.
Berdasarkan berita tionghoa tersebut, hasan jafar ( 1992:77 ) membagi melayu dalam tiga fase :
1. Fase awal, sekitar pertengahan abad ke 7 Masehi
2. Fase pendudukan oleh sriwijaya, sekitar tahun 680 sampai sekitar pertengahan abad ke-11 Masehi.
3. Fase akhir, sekitar pertengahan abad ke 11 –akhir abad ke14 Masehi.
Ketiga fase tersbut mengacu kepada perjalanan sejarah kerajaan melayu kuno, tetapi tidak menjelaskan lokasi pusat pemerintahannya.
Beberapa pakar berpendapat pusat kerajaan melayu fase awal berpusat di kota jambi sekarang ( slamet mulyana 1981:30-42 ; irfan 1983:94-102 ). Pendapat ini di dasarkan asumsi bahwa pusat kerajaan adalah juga pelabuhan melayu. Pelabuhan melayu yang berlokasi di tepi sungai Batanghari sangat lah baik untuk pelabuhann sungai dengan panjang 800 km, lebarnya 500 meter dan kedalamannya lebih dari 5 meter yang sangat baik untuk pelayaran sungai. ( ibid. bambang. Hal 49 )
Masa pendudukan sriwijaya ini agaknya berlangsung cukup lama, mulai dari abad ke 7 -11 masehi. Tetapi selama masa itu, ada juga masa dimana sriwijaya agak lengah . kesempatan itu di manfaatkan untuk mengirim duta besar ke tiongkok. Berdasarkan catatan tiongkok, mo-lo-yeu mengirim utusan ke tiongkok pada tahun 853 dan 871 masehi ( wolters: 1970-42 ). Namuntindakan ini di ketahui oleh sriwijaya. Oleh sebab itulah sriwijaya pada tahun 905 masehi mengirim duta ke tiongkok dan menegaskan bahwa duta yang dating pada tahun 853 dan 871 masehi adalah “ pemimpin dari chan-pi ( ibid. bambang,hal 52 ). Melayu merupakan sebuah kerajaan yang di anggap penting eksistensi kerajaan melayu selalu di akui oleh berbagi kerajaan. Sebab kerajaan besar di Nusantara akan selalu memperhitungkan keberadaan kerajaan melayu, seperti halnya sriwijaya dan majapahit.
Berdasarkan data prasasti dan pertanggalan situs di daerah Batanghari, kerajaan melayu sekurang-kurangnya telah mengalami tiga kali pemindahan pusat pemerintahan. Pusatnya yg pertama berlokasi di sekitar kota jambi sekarang, pusatnya yang kedua di padangroco, dan pusatnya yang ketiga terletak di pagaruyung. Para sarjan meduga pemindahan kerajaan itu di sebabkan oleh ancaman dari musuh, terutama musuh yang datng dari tanah jawa yang melalui sungai Batanghari. Sedangkan de casparis menduga melayu pada masa akhir mendapat ancaman dari kerajaan yang bercorak islam di samudrai pasai yang datang melalui sungai Batanghari ( ibid bambang hal 55 ).

Salah satu jenis peningkatan arkeologi yang tergolong ke dalam artefak bertulisan ialah prasasti. Sebagai sumber sejarah dan kebudayaan prasasti mempunyai kedudukan yang amat penting karena merupakan salah satu sumber keterangan yang sejaman. Dari masa kerajaan melayu kuno yang kronologinya dapat di tempatkan pada kurun waktu sekitar pertengahan abad ke-7 sampai abad ke-14. Telah ditemukan lebih dari 30 buah prasasti yang sebagian masuk dalam provinsi jambi, sebagian lagi masuk wilayah provinsi Sumatra barat, dan sebuah ditemukan di wilayah Malang, jawa timur yaitu prasasti Adityawarman yang di pahatkan di candi jago ( hasa jafar. Prasasti-prasasti masa kerajaan melayu kuno dan beberapa permasalahannya. Seminar sejarah melayu jambi. 6-8 desember 1992 ).